Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Indonesia Strategic Management Society (ISMS), dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) hari ini mengadakan seminar strategis berjudul: "Membangun Masa Depan BUMN: Strategi M&A dan Reformasi Hukum untuk Pertumbuhan" di Auditorium BCA, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Kampus Salemba Universitas Indonesia.
Seminar ini mengundang para pakar dari berbagai bidang untuk membahas bagaimana merger dan akuisisi (M&A) serta reformasi hukum dapat menjadi kunci dalam memperkuat peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam ekonomi Indonesia.
BUMN Indonesia saat ini mengelola aset senilai IDR10.402 triliun (sekitar USD 670 miliar) dan memiliki peran strategis di sektor-sektor penting seperti infrastruktur, energi, dan transportasi. Namun, ketidakpastian hukum dan tantangan tata kelola telah menjadi hambatan bagi pertumbuhan BUMN dan kemampuan mereka untuk bersaing di pasar global.
Seminar ini bertujuan untuk menemukan solusi konkret terhadap tantangan ini, dengan fokus pada pentingnya perlindungan hukum melalui Business Judgment Rule (BJR) dan perbaikan tata kelola agar BUMN dapat lebih fleksibel dan inovatif dalam menghadapi persaingan.
Para pembicara utama, Prof. Hikmahanto Juwana, SH., LL.M., Ph.D, Amien Sunaryadi Ak. MPA.CISA, Dr. Oki Ramadhana, M.B.A. dan Dr. Soebowo Musa, M.B.A.membahas bagaimana M&A dapat Amien Sunaryadi Ak. MPA.CISA membantu BUMN memperluas skala operasional, memperkuat daya saing internasional. Namun demikian, ketidakpastian hukum masih menjadi kendala.
Prof Rhenald Kasali, PhD mengatakan kini telah terjadi kecemasan di kalangan eksekutif yang bekerja di BUMN.
“Kita perlu upaya pemberantasan korupsi, menciptakan tata kelola yang baik, dan membangun masyarakat yang berintegritas. Namun, kita membutuhkan aturan yang jelas, karena tingkat pemahaman tiap orang tidak sama. Kita mulai menyaksikan dan ini mengkhawatirkan, apakah orang-orang yang ditangkap karena korupsi benar-benar memiliki niat jahat di dalamnya, apakah benar-benar terjadi pencurian uang atau tindakan untuk memperkaya diri sendiri. Kita harus membedakan pengambilan keputusan apakah keputusan itu adalah kebijakan yang diambil apakah sifatnya benar merugikan negara apabila dilihat jangka pendek, karena bisnis dalam jangka pendek belum bisa menghasilkan return. Karena untuk memiliki keuntungan harus memiliki waktu,” ujarnya dalam sambutannya melalui video.
Amien Sunaryadi Ak. MPA.CISA, Wakil Ketua KPK 2003 - 2007, Kepala SKK Migas 2014 -2018 menyatakan diperlukan langkah untuk mengendalikan ketakutan dalam mengambil keputusan bagi direksi BUMN.
“Presiden menginginkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8%, sehingga penting agar membuat Indonesia setara dengan negara lain. Diperlukan reformasi agar terjadinya keselarasan hukum agar menghindari dari pertentangan undang-undang. Maka penting adanya payung hukum untuk implementasi aksi korporasi M&A. Jangan sampai kebijakan yang dibuat salah dan dikriminalkan, walaupun tidak ada niat jahat di dalamnya,” ujarnya.
Prof. Hikmahanto Juwana, SH., LL.M., Ph.D, Guru Besar Fakultas Hukum UI menyatakan, “Business Judgmenet Rule itu membantu namun tidak selalu, karena di dalam praktik, BJR suka tidak diperhatikan. Maka penting untuk membuat adanya keselarasan antar undang undang di Indonesia,” ujarnya.
Dr. Ardan Ardiperdana, M.B.A., Ketua DPN IAI menyampaikan semoga diskusi dari seminar ini bisa memperkuat pengambilan keputusan tanpa ketakutan. “Semoga seminar ini bisa membawa manfaat bagi kita membangun BUMN dan ekonomi,” paparnya.
Seri "Diskusi Membangun Negeri" yang diinisiasi FEB UI, ISMS, dan IAI ini bertujuan untuk meningkatkan kolaborasi lintas disiplin ilmu dan profesi, untuk memberikan solusi nyata dalam mendukung pembangunan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan. Melalui reformasi tata kelola dan hukum yang tepat, BUMN dapat semakin berperan sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Mengoptimalkan M&A untuk Pertumbuhan BUMN
Salah satu strategi utama untuk meningkatkan daya saing BUMN adalah melalui merger dan akuisisi (M&A). Melalui M&A, BUMN dapat memperluas pangsa pasar, mengoptimalkan sumber daya, dan meningkatkan skala operasional. Beberapa sektor seperti perbankan dan telekomunikasi di Indonesia telah menunjukkan potensi besar dalam M&A. Namun, ketidakpastian hukum sering kali menjadi hambatan. Peraturan yang tidak konsisten membuat eksekutif BUMN ragu untuk mengambil keputusan strategis karena khawatir akan risiko hukum yang mungkin terjadi. Tanpa jaminan kepastian hukum, baik BUMN maupun perusahaan
swasta yang menjadi target akuisisi cenderung menghindari M&A, yang akhirnya membatasi potensi pertumbuhan BUMN (Wijayati et al., 2021).
Selain itu, beberapa tantangan fundamental dalam kerangka hukum mempengaruhi pelaksanaan M&A, seperti kontradiksi antara Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN terkait interpretasi “keuangan negara yang terpisah”.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 48/PUU-XI/2013 menambah ketidakpastian dengan menetapkan bahwa aset negara yang diinvestasikan dalam BUMN tetap merupakan bagian dari keuangan negara (Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2013).
Memperkuat Business Judgment Rule (BJR) di Indonesia
Untuk melindungi eksekutif BUMN dari kriminalisasi yang tidak semestinya, diperlukan kerangka Business Judgment Rule (BJR) yang kuat. BJR di negara seperti Australia memberikan perlindungan hukum bagi eksekutif yang mengambil keputusan bisnis berdasarkan niat baik
dan kewajaran, membantu mengurangi ketakutan mereka terhadap tuntutan pidana (Nicolson, Wilcock, & White, 2021). Di Jerman, BJR membantu mengurangi bias retrospektif yang sering kali memicu tanggung jawab pidana bagi eksekutif ketika hasil keputusan bisnis menjadi tidak menguntungkan (The ‘Business Judgment Rule’ and the problem of hindsight bias, 2016).
Memperjelas Perlindungan bagi Direksi
Agar BJR dapat efektif di Indonesia, diperlukan pembeda yang jelas antara kesalahan dalam keputusan bisnis dan tanggung jawab pidana. Standar ini dapat diselaraskan dengan yuridiksi lain seperti Amerika Serikat dan Jerman, untuk mengurangi risiko penuntutan yang berlebihan dan memungkinkan eksekutif membuat keputusan tanpa khawatir akan dampak hukum pribadi.
Menetapkan Standar untuk Fiduciary Duties dan Due Diligence
Indonesia perlu menetapkan standar yang jelas untuk tanggung jawab fidusia dan kehati-hatian (due diligence). Standar ini bertujuan untuk melindungi direksi selama mereka bertindak demi kepentingan terbaik perusahaan, sesuai dengan standar internasional seperti Corporations Act di Australia (Tan & Associates, 2020).
Meningkatkan Pemahaman Yudisial dan Konsistensi Penerapan BJR
Pendidikan mendalam tentang prinsip Business Judgment Rule (BJR) bagi pemangku kepentingan, termasuk hakim, praktisi hukum, dan eksekutif, sangat penting untuk menciptakan penerapan yang konsisten. Di Jerman, misalnya, pelatihan intensif bagi hakim mengenai BJR telah memperkuat perlindungan yang adil bagi eksekutif, memungkinkan mereka fokus pada inovasi tanpa risiko kriminalisasi atas keputusan bisnis yang beritikad baik (The ‘Business Judgment Rule’ and the problem of hindsight bias, 2016). Penerapan BJR yang konsisten akan memperkuat budaya pengambilan risiko yang terukur, sehingga BUMN Indonesia dapat lebih kompetitif di pasar global.
Selain itu, program pendidikan dan pelatihan ini akan memastikan bahwa sistem peradilan dapat membedakan dengan jelas antara kesalahan strategis yang tidak disengaja dan tindakan kriminal yang disengaja. Konsistensi ini memberi eksekutif kepastian hukum yang kuat, sehingga mereka dapat membuat keputusan strategis demi kepentingan perusahaan tanpa khawatir akan dampak hukum pribadi yang tidak semestinya (Asian Development Bank, 2021; Nicolson, Wilcock, & White, 2021).
Eksekutif juga perlu memahami prinsip BJR untuk mengetahui batas tanggung jawab hukum mereka, yang memungkinkan mereka menjalankan peran dengan keyakinan bahwa keputusan yang berlandaskan itikad baik dan kehati-hatian akan mendapat perlindungan hukum. Pemahaman ini membantu mereka mengambil keputusan yang lebih berani dan strategis tanpa takut terhadap tuntutan pidana yang tidak proporsional, sehingga dapat mendorong pertumbuhan berkelanjutan bagi BUMN (Asian Development Bank, 2021).
Pentingnya Kolaborasi, Reformasi Hukum, dan Tindak Lanjut untuk Pertumbuhan BUMN
Kolaborasi yang erat antara regulator, eksekutif BUMN, akademisi, dan praktisi hukum adalah fondasi yang kokoh untuk mengimplementasikan strategi M&A dan reformasi hukum yang efektif dan berkelanjutan. Melalui kemitraan ini, BUMN dapat mengatasi hambatan hukum dan tata kelola yang menghambat pertumbuhan, sehingga dapat mengambil langkah inovatif tanpa risiko kriminalisasi yang tidak semestinya.
Reformasi hukum yang memperkuat kerangka Business Judgment Rule (BJR) dan meningkatkan standar fidusia menjadi kebutuhan mendesak. Dengan dukungan kebijakan dari pemerintah, reformasi ini akan menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif, mendukung pertumbuhan BUMN secara berkelanjutan, serta mempercepat implementasi M&A untuk meningkatkan daya saing global.
Seminar ini juga merumuskan rencana tindak lanjut konkret, mencakup mitigasi risiko, persiapan, dan monitoring hasil pasca-akuisisi, untuk memastikan bahwa setiap M&A memberikan nilai tambah jangka panjang bagi BUMN dan perekonomian Indonesia.
Prof. Sari Wahyuni, M.Sc., Ph.D, Presiden ISMS menyampaikan bahwa hasil dari seminar ini diharapkan dapat menjadi dasar rekomendasi reformasi hukum. “Semoga hasil dari seminar ini bisa mempercepat implementasi strategi M&A yang lebih efektif dan melindungi pengambil keputusan BUMN dari risiko kriminalisasi yang tidak semestinya,” ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat