Perempuan 43 tahun ini mulai bernapas lega usai meneken perjanjian kerjasama yang menjadi kelanjutan dari kesepahaman antara Pemerintah Provinsi Riau dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Provinsi Riau itu, Selasa pekan lalu.
Sebab dengan meneken perjanjian kerjasama itu, apa yang selama ini membikin Prima Wulandari terkadang puyeng, solusinya sudah ada.
Para pasien gangguan jiwa yang long stay alias sudah tinggal sangat lama di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Tampan, Pekanbaru, Provinsi Riau, yang dia pimpin, akhirnya ada tempat 'pulang'.
Namanya Yayasan Kehidupan Insan Produktif (Kesanpro). Rumah tinggal berlantai dua yang berdiri di atas lahan seluas 600 meter persegi di kawasan Garuda Sakti, Panam ini masih tergolong baru di Pekanbaru. Berdiri sejak 2022 lalu. Ke sinilah mereka yang sudah long stay tadi bakal diantar.
Selama tinggal di panti, segala yang menyangkut biaya hidup mereka kemudian ditanggulangi oleh Baznas Provinsi Riau.
Begitulah poin penting dari perjanjian kerjasama yang diteken oleh Direktur RSJ Tampan Prima Wulandari, Pimpinan Panti Kesanpro Sawir Abdullah dan Ketua Baznas Riau Masriadi Hasan, di kantor Baznas Riau di kawasan jalan Diponegoro Pekanbaru.
"Di satu sisi, pasien yang long stay ini memang telah membebani keuangan RSJ. Bertahun-tahun seperti itu. Namun bukan berarti keadaan ini menjadi penyebab utama kami mencari alternatif," ujar Prima saat berbincang dengan Wartaekonomi di lantai dua RSJ itu Jumat pekan lalu.
Bekas Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kepulauan Meranti ini tak sendirian di sana. Dia ditemani oleh Wakil Direktur Bidang Umum dan Keuangan, Zulkifli. Ketua Tim Kerja Humas RSJ Tampan, Rini Fauziah, Ketua Casemix, Yanmisi Anggraini, juga turut menemani.
"RSJ Tampan ini satu-satunya di Riau. Rumah untuk 'memanusiakan kembali manusia'. Nah lantaran hanya satu, yang membutuhkannya banyak. Kadang kami dengan sangat terpaksa menolak pasien baru bila daya tampung di RSJ ini sudah penuh," suara Prima bergetar.
"Dan ini sebenarnya menjadi keputusan yang teramat sulit bagi kami. Sebab yang kami hadapi dan akan kami urusi ini adalah manusia, mestinya kami tetap menerima. Lantaran mereka manusialah makanya dari manapun dan meski tanpa identitas pun, kami terima dan rawat mereka bila ruang bagi mereka masih ada," ujarnya.
Memang kata Prima, ada Panti Bina Laras milik Dinas Sosial Provinsi Riau di kawasan Rumbai Pekanbaru yang telah menerima eks pasien RSJ Tampan untuk tempat 'pulang'. Hanya saja, kapasitasnya terbatas dan khusus untuk lelaki pula.
"Panti Kesanpro, bisa menerima eks pasien perempuan. Kapasitas maksimalnya mencapai 40 orang. Artinya, kalau eks pasien perempuan yang sudah sembuh diantar ke sana, maka RSJ akan bisa menerima pasien baru yang jelas-jelas sangat membutuhkan penanganan serius," ujarnya.
Long Stay dan Daya Tampung RSJ Tampan
Zulkifli kemudian menjelaskan apa yang dimaksud dengan pasien long stay tadi. Bahwa di RSJ Tampan, ada pasien yang telah tinggal bertahun-tahun. Bahkan ada yang sampai empat tahun.
Ini terjadi kata lelaki 48 tahun ini lantaran pasien yang masuk ke RSJ Tampan ada empat kategori. Kategori pertama adalah; mereka punya jaminan kesehatan seperti BPJS, Jamkesda atau jaminan kesehatan lainnya, dan memiliki keluarga.
Kategori kedua, pasien memiliki jaminan kesehatan tapi tidak punya keluarga. Kategori ketiga, tidak memiliki jaminan kesehatan, namun punya keluarga. Lalu kategori terakhir, pasien tidak punya sama sekali, baik itu jaminan kesehatan maupun keluarga.
"Yang memiliki keluarga, ini terbagi dalam dua typologi pula. Pertama keluarga miskin dan mau menerima kembali pasien yang sudah menjalani perawatan, dan keluarga yang tak mau menerima kembali si pasien," terangnya.
Kalau yang tidak punya jaminan kesehatan kata Zul, pihaknya telah mengajak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Pekanbaru bekerja sama. Caranya, Disdukcapil datang ke RSJ Tampan. Di sana retina dan sidik jari si pasien di-scan untuk mendapatkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) agar bisa dibuatkan KTP sebagai syarat untuk mendapatkan jaminan kesehatan yang 99% nya memakai Universal Health Coverage (UHC).
Lalu yang keluarganya miskin dan tak bisa menjemput si pasien, RSJ Tampan akan mengantarnya. Dua perlakuan ini sudah rutin dilakukan oleh pihak RSJ. Bahkan sudah tergolong lama.
"Yang tak ada keluarga dan ada keluarga tapi tak mau menerima ini yang menjadi masalah. Mau tak mau mereka akan tetap stay di RSJ. Sementara limit jaminan kesehatan mereka kan ada. Mau tak mau, RSJ lah yang akan menanggung biaya hidupnya meski limit jaminan kesehatannya sudah habis.Enggak mungkin kita lepas berkeliaran di luar sana kan?" wajah Zulkifli kelihatan serius.
Lantaran harus dibiaya terus, lama kelamaan berdampak juga terhadap cashflow RSJ. Sebab itu tadi, Zulkifli kemudian mengambil contoh salah satu pasien yang sudah stay di RSJ sejak 2021 yang April lalu, baru bisa dipindahkan ke panti.
Selama di RSJ, pasien ini menghabiskan biaya sekitar Rp110 juta. Tapi yang bisa dicover oleh jaminan sosial cuma Rp21 juta. Ini berarti, RSJ musti menomboki sekitar Rp89 juta. Ini masih hanya untuk satu pasien.
Lantaran didera oleh persoalan semacam itu, tak heran kalau target pendapatan yang musti dicapai RSJ di angka Rp32 miliar dalam setahun, yang kesampaian cuma sekitar Rp24 miliar.
"Lagi-lagi, ini enggak melulu soal duit. Tapi beginilah realita yang terjadi pada kami, bertahun-tahun. Dan meski begitu, kami tetap jalankan misi kemanusiaan ini sebaik mungkin," ujarnya.
Idealnya memang kata Zul, pasien yang dirawat oleh RSJ silih berganti. Kalau kejadiannya seperti ini, belanja RSJ akan menurun, pendapatan naik dan mutu pelayanan meningkat.
"Dalam sebulan, rata-rata pasien yang masuk ke RSJ itu antara 310-350 orang. Dalam setahun mencapai 1955 orang. Sementara daya tampung tempat tidur hanya 282. Angka ini menyusut setelah munculnya aturan baru. Tadinya tempat tidur yang kami sediakan 317. Nah, bila di RSJ banyak yang long stay, tentu daya tampungnya akan semakin berkurang," Zul merinci.
Daya Tapung Panti Kesanpro
Kalau menengok hasil obrolan Wartaekonomi dengan pimpinan Panti Kesanpro, Sawir Abdullah, bisa jadi proses "kepulangan" pasien yang sudah long stay di RSJ Tampan, sudah akan berjalan pekan depan.
Sebab lelaki 60 tahun ini menyebut, tinggal menunggu kepulangannya saja ke Pekanbaru dari Yogyakarta. "Kebetulan saya masih di Yogyakarta dan kemudian ke Jakarta, baru kembali ke Pekanbaru," katanya kepada Wartaekonomi, kemarin.
Ayah tiga anak ini kemudian mengurai, bahwa panti yang dia pimpin akan bisa menampung eks pasien RSJ Tampan maksimal 32 orang. "Di panti kami juga ada pasien mandiri, yang dibiayai sendiri oleh keluarganya," ucap Sawir.
Meski daya tampung segitu, bukan berarti bila RSJ Tampan mengirim 32 orang pihaknya langsung menerima semua. "Kami tetap menseleksi. Mereka yang punya penyakit bawaan cukup parah, enggak kami terima. Sebab kami enggak punya dokter untuk menangangi penyakit," katanya.
Mau laki-laki atau perempuan dikirim oleh RSJ Tampan kata Sawir, enggak masalah. Nanti di panti, mereka akan dipisah.
Sawir pun tak menampik kalau semua pembiayaan atas pasien-pasien tadi, dibiayai oleh Baznas. "Ini menjadi kolaborasi yang luar biasa antara kami, RSJ Tampan dan Baznas dan menurut saya, ini merupakan pilot project lah," ujarnya.
Dekan Fisip Universitas Riau (UNRI), Dr. Meyzi Heriyanto, S.Sos., M.Si, sontak saja memuji kolaborasi yang telah dilakukan oleh tiga lembaga tadi.
"Dalam teori kampus, untuk mengatasi sebuah persoalan, ada istilah collaborative governance. Mengatasi sebuah masalah itu enggak bisa sendirian lagi. Banyak pihak musti dilibatkan," katanya saat berbincang dengan Wartaekonomi, melalui sambungan telepon tadi pagi.
Menurut lelaki 48 tahun ini, persoalan ODGJ yang ada di Provinsi Riau, sudah sangat mendesak untuk didapatkan solusinya. Terutama soal fasilitas. Baik itu di RSJ Tampan, maupun panti yang akan menjadi tempat tinggalnya.
"Dua tempat ini kan fasilitasnya masih terbatas dan bahkan sangat terbatas. Nah, kalau kita bicara program, tentu, fasilitas ini yang musti dibenahi dan bahkan ditambah," ayah tiga anak ini mengurai.
Dia pun menyodorkan dua solusi kongkrit soal itu. Pertama, membangun kolaborasi antara pemerintah, swasta dan pemerintah yang lebih tinggi.
"Pemerintah bangun infrastrukturnya. Lalu swasta bantu program pemerintah. Apakah itu melalui pembiayaan makan pasien di panti atau yang lainnya. Ini sama seperti swasta yang membantu dana BOS agar anak-anak bisa sekolah di swasta," dia mengurai.
Lalu kolaborasi kedua adalah antar pemerintah. Sebab menurut Meyzi, ODGJ yang ada di RSJ Tampan itu enggak hanya berasal dari Pekanbaru, tapi ada yang dari daerah lain, termasuk dari provinsi lain.
"Untuk ini bisa saja kolaborasinya dengan cara pertukaran. Sebab kemungkinan saja, ada juga warga Pekanbaru misalnya, yang dirawat di daerah nya," panjang lebar lelaki ini menjelaskan.
Kedua kolaborasi ini kata Meyzi akan sangat bisa dikongkritkan, apabila didukung oleh data yang akurat dan jelas.
Lalu soal pelaksanaanya, Gubernur kata Meyzi punya OPD terkait, tinggal panggil dan instruksikan untuk fokus menyelesaikan persoalan yang ada.
Pemerintah harus sangat responsif, responsif tidak hanya dalam konsep, tapi dalam implementasi. "Waktu proses rekrutmen di Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit milik Pemprov Riau, saya sudah pernah tanya jawab dengan Panitia Seleksi (Pansel) terkait hal semacam ini. Jadi, saya kira, kalau organisasi melakukan ini semua, saya yakin akan selesailah dengan kolaborasi tadi," lelaki ini yakin.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz
Tag Terkait: