Penasihat hukum terdakwa Mochtar Riza Pahlevi, Junaedi Saibih, mengkritisi kesaksian auditor investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Suaedi, dalam sidang dugaan korupsi pengelolaan timah yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (13/11).
Junaedi menilai bahwa auditor BPKP melanggar standar operasional prosedur (SOP) internal, sehingga meragukan validitas perhitungan kerugian negara yang mencapai Rp300 triliun.
Menurut Junaedi, sesuai dengan Peraturan Kepala Deputi BPKP Bidang Investigasi Nomor 2 Tahun 2024, auditor BPKP wajib mengevaluasi dan membandingkan semua bukti relevan secara menyeluruh, termasuk dengan memastikan ahli teknis melakukan pemeriksaan lapangan.
"Jika melibatkan ahli, seperti Prof Dr Bambang Hero, maka auditor harus memastikan pemeriksaan fisik teknis pekerjaan dilakukan,” ujar Junaedi.
Baca Juga: Update Kasus Timah, Perhitungan Kerugian Negara Jadi Sorotan
Junaedi juga menyoroti kesaksian Suaedi yang mengaku tidak mengetahui dasar perhitungan kerugian lingkungan yang disusun oleh Bambang Hero. Hal ini, menurutnya, menunjukkan ketidakpatuhan BPKP terhadap SOP, yang mengharuskan komunikasi dan kesepahaman cukup antara auditor dan ahli untuk mencegah kesalahpahaman.
“Apakah laporan hasil audit PKKN ini masih dapat dipertanggungjawabkan validitasnya dan terjamin kesahihannya?” tandas Junaedi.
Selain itu, tim audit BPKP disebut hanya melakukan kunjungan ke lapangan tanpa verifikasi mendalam. Dalam sidang, Suaedi juga tidak mampu menjawab pertanyaan Majelis Hakim terkait lokasi spesifik kerugian negara akibat dugaan korupsi ini.
Baca Juga: Pasal Kerugian Negara dalam UU Tipikor Dinilai Perlu Direvisi, Ini Sebabnya
Majelis Hakim turut mempertanyakan metode perhitungan kerugian negara yang hanya mengandalkan pembayaran yang dilakukan PT Timah tanpa memperhitungkan pendapatan dari hasil penjualan bijih timah. “Bagaimana dengan penerimaan dari hasil bijih timah yang sudah diterima oleh PT Timah?” tanya Majelis Hakim, mempertanyakan keseimbangan analisis auditor.
Junaedi pun mengkritik tindakan BPKP yang disebut hanya melakukan klarifikasi secara tebang pilih, tanpa verifikasi yang menyeluruh, sehingga laporan tersebut dinilai tidak kredibel. “Saksi yang dihadirkan JPU tidak kredibel, karena jawabannya tidak sesuai dengan konteks pertanyaan hakim tentang dimana letak kerugian negara,” tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: