Kasus dugaan korupsi tata niaga timah yang melibatkan PT Timah Tbk (TINS) periode 2015-2022 dengan kerugian negara yang diklaim mencapai Rp300 triliun memicu perdebatan terkait dasar hukum penyelesaiannya. Para ahli hukum menegaskan bahwa kasus ini lebih tepat diselesaikan melalui Undang-Undang (UU) Lingkungan Hidup daripada UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pangkalpinang, Senin (2/12/2024), memutuskan vonis bebas untuk terdakwa Ryan Susanto alias Afung. Hakim menyimpulkan bahwa terdakwa terbukti melakukan pelanggaran hukum lingkungan berupa penambangan tanpa izin di kawasan hutan lindung, tetapi tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
"Hakim sudah tepat. Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor adalah lex generalis, sementara pelanggaran hukum lingkungan merupakan lex specialis," ujar Mahmud Mulyadi, Dosen Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara.
Mahmud menjelaskan, dalam kasus dugaan korupsi yang beririsan dengan pelanggaran UU lain, seperti UU Lingkungan Hidup atau UU Pertambangan, maka UU khusus tersebut harus menjadi dasar hukum utama.
"Kalau sudah ada UU Lingkungan atau UU Pertambangan yang mengatur lengkap, kenapa harus pakai UU Tipikor? Itu keliru," tegasnya.
Hal ini juga didukung oleh Chairul Huda, Pakar Hukum Pidana, yang menilai bahwa pendekatan UU Tipikor pada kasus ini tidak relevan.
"Undang-undang lingkungan dan pertambangan sudah punya sanksi pidana sendiri. Kenapa tiba-tiba dikaitkan dengan korupsi?" katanya.
Chairul menegaskan bahwa Majelis Hakim PN Pangkalpinang telah berpedoman pada ketentuan yang benar sesuai Pasal 14 UU Tipikor, yang memperjelas pemisahan antara tindak pidana korupsi dan pelanggaran hukum lainnya.
Baca Juga: Eks Bos Timah Beri Tanggapan Atas Kesaksian Auditor BPKP Soal Kerugian Negara
Aktivis lingkungan Elly Rebuin juga mengkritik pendekatan jaksa dalam kasus ini, yang menurutnya sejak awal tidak jelas.
"Dimana aspek korupsinya? Klaim kerugian negara terlalu berlebihan. Putusan PN Pangkalpinang bisa jadi rujukan bagi pengadilan di Jakarta," ujar Elly.
Elly menilai kasus serupa di Jakarta seringkali dipaksakan tanpa memperhatikan aspek hukum yang lebih relevan, seperti UU Lingkungan Hidup.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya penegakan hukum yang sesuai dengan kerangka regulasi yang berlaku. Dengan menggunakan UU Lingkungan Hidup, pengelolaan sumber daya alam di Indonesia diharapkan menjadi lebih terarah dan bebas dari potensi penyalahgunaan wewenang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement