Sejumlah pakar hukum menilai penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dalam kasus yang melibatkan PT Timah kurang sesuai dengan asas legalitas dan kaidah hukum pidana. Pendapat ini mengemuka dalam sidang tata niaga timah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (2/12/2024).
Prof. Eva Achjani Zulfa, ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, menegaskan bahwa tanggung jawab pidana bersifat individual dan tidak boleh diterapkan secara umum kepada semua pihak yang terlibat tanpa melihat perannya masing-masing.
"Dalam hukum pidana, tanggung jawab itu bersifat individual, bukan tanggung renteng seperti dalam hukum perdata. Oleh karena itu, peran setiap individu dalam kasus pidana harus dianalisis secara mendalam," ujar Prof. Eva.
Baca Juga: Pakar Nilai Kasus Timah Harusnya Diselesaikan Dengan UU Lingkungan
Prof. Eva menjelaskan bahwa konsep penyertaan dalam tindak pidana mencakup kategori seperti menggerakkan, menyuruh, atau turut serta. Namun, tanggung jawab tidak dapat dikenakan jika individu tidak mengetahui atau tidak memiliki kesadaran atas tindak pidana tersebut.
Ia juga menyoroti penerapan Pasal 14 UU Tipikor dalam kasus PT Timah. "Jika kerugian yang timbul bukan dari APBN, penyertaan modal negara, atau fasilitas negara, maka tidak dapat dikategorikan sebagai kerugian negara. Asas legalitas harus tetap dijaga," tegasnya.
Sebagai solusi atas keterbatasan norma hukum, Prof. Eva menyarankan langkah judicial review untuk memperbaiki aturan yang dianggap tidak relevan atau kurang spesifik.
Sementara itu, Dr. Mahmud Mulyadi, pakar hukum pidana dari Universitas Sumatera Utara, mengingatkan bahwa UU Tipikor sebagai lex spesialis tidak dapat diterapkan secara serampangan pada semua kasus yang dianggap merugikan keuangan negara.
"Jika setiap kerugian keuangan negara dianggap sebagai tindak pidana korupsi, ini berbahaya. Kita harus melihat domain dan konteks perbuatan tersebut. Jika ada undang-undang khusus seperti UU Minerba atau UU Lingkungan Hidup yang lebih relevan, maka UU tersebut harus didahulukan," jelas Mahmud.
Ia juga menekankan pentingnya membuktikan unsur melawan hukum, memperkaya diri, dan kerugian negara sebelum menerapkan pasal-pasal UU Tipikor. "Penelitian sistematis diperlukan untuk memastikan undang-undang yang paling sesuai digunakan," tambahnya.
Adapun, Dr. Mahmud turut menyoroti penggunaan data kerusakan lingkungan sebagai dasar perhitungan kerugian negara dalam kasus PT Timah. Menurutnya, hal ini memerlukan kajian mendalam untuk memastikan validitas dan relevansi data sebelum digunakan dalam proses hukum.
"Perhitungan kerugian akibat kerusakan lingkungan tidak bisa langsung dijadikan landasan hukum tanpa analisis yang komprehensif," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement