Bank Indonesia (BI) memproyeksikan perekonomian Indonesia akan tumbuh 4,8% - 5,6% di tahun 2025 dan 4,9% - 5,7% di tahun 2026, dan di tahun ini di kisaran 4,7% - 5,5%. Proyeksi ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi RI yang cukup stabil berada di angka 5,05% di 2023 dan 5,31%.
Kendati berada pada pertumbuhan yang stabil, Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro mengatakan, ada satu hal yang menjadi kekhawatiran yang dapat memberikan dampak besar bagi pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut adalah ketahanan pangan.
"Satu hal yang bikin saya nggak bisa tidur, Indonesia tidak memiliki ketahanan pangan. Saya khawatir produksi pangan kita mengalami penurunan dan disaat yang sama kita bergantung dengan impor. jadi bagaimana kita bisa lagi meningkatkan produksi pangan kita, satu hal mungkin kita target pertumbuhan ekonomi 5-7% tapi inflasi juga perlu selaras dengan pertumbuhan ekonomi. Selama ini kita banyak impor dari Vietnam dan Thailand itu adalah negara dengan target pertumbuhan ekonomi tinggi," ujarnya dalam acara Talkshow BI Bersama Masyarakat (Birama) di Jakarta, Senin (2/12/2024).
Baca Juga: Wujudkan Misi Swasembada Pangan, Zulhas Bakal Terjunkan Penyuluh untuk Tiap Desa
Oleh sebab itu, Ia sangat mengapresiasi dengan program pemerintah saat ini yang menargetkan swasembada pangan secepat-cepatnya melalui peningkatan produksi pangan dan tidak lagi bergantung impor.
Tak hanya itu, Andry menyebutkan, dalam jangka menengah panjang, pendidikan dan kesehatan juga perlu menjadi perhatian. Hal ini penting mengingat Indonesia sebentar lagi akan mendapatkan bonus demografi pada 2030 mendatang.
"Dalam memanfaatkan bonus demografi itu nggak bisa rolling ada limitasinya, jadi ketika kita gagal di pendidikan dan kesehatan nanti saat bonus demografi habis itu nanti masyarakatnya jadi tidak pintar dan sehat. Jadi memang di ketahanan pangan, pendidikan dan kesehatan," tukasnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) mengungkapkan, dalam mewujudkan ketahanan pangan menjadi penting bagi BI untuk mencermati inflasi volatile food. Bahkan BI selalu berkoordinasi erat dengan Tim Pengendalian Inflasi Pangan Pusat (TPIP), Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang diperkuat dengan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
"Pada 2020 awal volatile food inflasinya tinggi sekali, alhamdulillah dengan koordinasi tinggi kembali turun. Karena kita tidak mau volatile food ini merambat ke inflasi inti," pungkasnya.
Untuk diketahui, Presiden Prabowo Subianto telah menyatakan komitmen Indonesia menuju swasembada pangan dan energi sebagai langkah utama guna menghadapi tantangan global yang makin kompleks.
Baca Juga: Gubernur BI Ungkap 5 Inisiatif untuk Genjot Akselerasi Sistem Pembayaran Digitalisasi pada 2025
“Saya telah mencanangkan bahwa Indonesia harus segera swasembada pangan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Kita tidak boleh bergantung dari sumber makanan dari luar,” tegasnya saat pengucapan sumpah di gedung MPR/ DPR, Jakarta, Oktober 2024 silam.
Presiden Prabowo menyampaikan bahwa dalam situasi krisis global, negara-negara lain akan mengutamakan kepentingan domestiknya. Untuk itu, Indonesia harus mampu memproduksi dan memenuhi kebutuhan pangan nasional secara mandiri.
“Saya sudah mempelajari bersama pakar-pakar yang membantu saya, saya yakin paling lambat 4-5 tahun kita akan swasembada pangan. Bahkan kita siap menjadi lumbung pangan dunia,” katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: