Badan Usaha Milik Negara sebagai Badan Usaha Tertentu Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22
Witholding Assessment System atau yang biasa kita kenal dengan sistem potong pungut adalah salah satu sistem dalam pemungutan pajak di Indonesia, dimana besarnya pajak bukan dihitung oleh aparat pajak maupun oleh wajib pajak, namun peran aktif ada pada pihak ketiga. Salah satu jenis pajak yang termasuk ke dalam mekanisme potong pungut adalah Pajak Penghasilan Pasal 22. Menteri Keuangan dapat menetapkan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah salah satu badan usaha tertentu yang diberikan mandat untuk melakukan pemungutan PPh Pasal 22. BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Selain peranannya sebagai pendorong roda ekonomi negara, maksud dan tujuan pendirian BUMN ditegaskan di Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara antara lain memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.
Indonesia memiliki sejumlah besar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan peranan penting dalam berbagai sektor ekonomi. Sektor-sektor usaha BUMN yang tercatat berdasarkan data di Kementerian BUMN antara lain:
- Industri Energi, Minyak dan Gas
- Industri Kesehatan
- Industri Manufaktur
- Industri Mineral dan Batubara
- Industri Pangan dan Pupuk
- Industri Perkebunan dan Kehutanan
- Jasa Asuransi dan Dana Pensiun
- Jasa Infrastruktur
- Jasa Keuangan
- Jasa Logistik
- Jasa Pariwisata dan Pendukung
- Jasa Telekomunikasi dan Media
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) di 2022 tercatat sebanyak 77 perusahaan BUMN. Jumlah ini menurun dibandingkan sebelumnya sebanyak 95 perusahaan pada tahun 2021. Hal ini dikarenakan kebijakan restrukturisasi melalui pembentukan holding, penggabungan dan akuisisi BUMN, sebagai salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas dan daya saing BUMN.
Dengan maraknya aksi korporasi perusahaan BUMN yang begitu dinamis, timbul pertanyaan apakah perubahan tersebut mempengaruhi status BUMN sebagai pemungut PPh Pasal 22?
Baca Juga: Investasi Apple, Pajak dan Kepatuhan TKDN jadi Tantangan Regulasi Pasar Teknologi Indonesia
Ketentuan Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh Badan Tertentu
Berdasarkan Pasal 22 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU PPh), diatur bahwa “Menteri Keuangan dapat menetapkan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain”.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) huruf e Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang lain (PMK-34/2017) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48 Tahun 2023, bahwa pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 UU PPh, adalah badan usaha tertentu meliputi:
- Badan Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan;
- badan usaha dan Badan Usaha Milik Negara yang merupakan hasil dari hasil restrukturisasi yang dilakukan oleh Pemerintah, dan restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada Badan Usaha Milik Negara Lainnya; dan
- badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik Negara, meliputi PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa Bali, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton, PT Kimia Farma Apotek, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT Tambang Timah, PT Terminal Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnet Plus, PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BRI Syariah dan PT Bank BNI Syariah, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
Baca Juga: 5 Januari 2025 Dua Pungutan Pajak Kendaraan Bermotor Berlaku, Siap-Siap yah!
Restukturisasi Badan Usaha Milik Negara
Restrukturisasi BUMN adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN agar dapat beroperasi secara efisien, transparan dan profesional. Bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan serta menghasilkan produk dan layanan dengan harga yang kompetitif kepada konsumen.
Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 (PP-44/2005) bahwa negara dapat melakukan penyertaan modal untuk penambahan penyertaan modal negara pada BUMN atau Perseroan terbatas yang didalamnya telah terdapat saham milik Negara
Pada Pasal 9 ayat 1 bagian d PP-44/2005 diatur bahwa pengurangan penyertaan modal negara pada BUMN dan perseroan terbatas dilakukan dalam rangka restrukturisasi perusahaan. Di bagian penjelasan disebutkan bahwa restrukturisasi dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memperbaiki struktur permodalan, seperti kuasi reorganisasi, pengurangan persentase kepemilikan saham oleh negara sebagai akibat pengeluaran saham baru yang tidak diambil bagian oleh negara (dilusi), dan pergeseran atau pengalihan saham milik negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas kepada BUMN dan/atau Perseroan Terbatas lainnya sebagai Penyertaan Modal Negara antara lain dalam rangka pembentukan perusahaan induk BUMN (holding).
Saat ini BUMN memiliki 12 klaster industri dengan jumlah perusahaan yang terus berubah setiap tahunnya, mengacu pada kebijakan Kementerian BUMN. Sejak Tahun 2020, Kementerian BUMN mulai melakukan aksi korporasi melalui skema skema seperti holding, merger dan akuisisi yang masih berjalan sampai dengan saat ini. Hal tersebut mengakibatkan potensi terjadinya perubahan status perusahaan BUMN akibat adanya pergeseran kepemilikan.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa badan usaha dan Badan Usaha Milik Negara yang merupakan hasil dari hasil restrukturisasi yang dilakukan oleh Pemerintah, dimana restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada Badan Usaha Milik Negara Lainnya adalah pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22. Meski terdapat perubahan status kepemilikan perusahaan BUMN yang diakibatkan dari restrukturisasi, perusahaan tersebut tetap merupakan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 sesuai dengan PMK-34/2017 Pasal 1 ayat 1 huruf e bagian 2.
Demikianlah, rangkuman terkait ketentuan BUMN sebagai pemungut PPh Pasal 22. Penulis berharap, semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk menambahwawasan dan pengetahuan para pembaca.
*tulisan ini merupakan opini pribadi penulis
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: