Cloudera: Hype Gen AI Meredup Tahun Depan, Dampak Investasinya Terhadap Perusahaan Mulai Ditagih
Penggunaan teknologi AI diyakini akan terus berkembang hingga ke tahun 2025. Namun, bila tahun 2024 dan sebelumnya, AI baru menimbulkan antusiasme di antara banyak perusahaan, memasuki tahun 2025 diperkirakan arahnya menjadi lebih praktis. Pemimpin perusahaan diyakini akan mulai menagih dampak dari investasi perusahaan terhadap teknologi tersebut kepada tim IT.
“Pemimpin dan eksekutif di perusahaan akan memberikan tekanan lebih besar kepada IT untuk membuktikan bahwa investasi mereka berhasil memberikan dampak yang jelas. Di sisi lain, harus disadari bahwa GenAI bukan segalanya dan akhir segalanya bagi tiap bisnis,” kata Sherlie Karnidta, Country Manager Indonesia, Cloudera. “Kemampuan untuk memanfaatkan teknologi baru akan membantu perusahaan meraih keunggulan kompetitif yang sangat penting pada tahun depan.”
Memasuki tahun 2025, Cloudera berbagai sejumlah trend dalam dunia teknologi, yang diprediksi akan membawa perubahan pada tahun depan. Trend ini juga mencakup teknologi baru yang perlu diantisipasi oleh perusahaan pada 2025.
Tren pertama adalah adanya jembatan yang akan menutupi kesenjangan antara tim bisnis dan tim IT. Tim IT dan bisnis selama ini berada dalam kondisi silo alias bekerja secara terpisah dan tak saling memahami satu sama lain. Pengguna bisnis biasanya mengajukan permintaan kepada tim IT tanpa memahami cakupan teknologi yang mereka butuhkan. Sebaliknya, tim IT akan meminta insight dari tim bisnis tanpa tahu masalah bisnis apa yang sedang dihadapi oleh perusahaan.
“Pada tahun 2025 kesenjangan mulai berkurang di mana sebagian besar enterprise terdepan akan saling memperlengkapi seluruh staf, mulai dari departemen pemasaran dan keuangan, hingga ke tim IT dan data scientist, hingga ke jajaran C-suite, untuk memanfaatkan data, analitik dan AI untuk mempercepat pertumbuhan,” kata Sherlie.
Tren selanjutnya adalah sejalan dengan meredupnya hype Gen AI, perusahaan akan mengambil pendekatan AI yang lebih pragmatis. Cloudera memprediksi bahwa pada tahun depan akan ada dua kubu, pertama adalah bisnis yang telah sukses dalam penggunaan Gen AI dan sedang memanen hasilnya. Laporan McKinsey mencatat bahwa 65% perusahaan melaporkan penggunaan Gen AI secara berkala dan mengalami pengurangan biaya yang besar untuk SDM dan peningkatan pendapatan dalam manajemen rantai pasok.
Adapun menurut PwC, meskipun perusahaan Indonesia masih tertinggal dibandingkan perusahaan Asia Pasifik dalam pengadopsian Gen AI, diyakini bahwa pada tahun depan, Gen AI akan meningkatkan kemampuan CEO dalam membangun kepercayaan pemangku kepentingan (57%) dan meningkatkan kualitas produk dan layanan (56%).
Lembaga layanan keuangan, contohnya, adalah pengadopsi awal Gen AI, dan Cloudera melihat perubahan penting sedang terjadi di industri ini ketika semakin banyak bank beralih dari sistem yang rule-based ke yang model-based untuk pendeteksian penipuan. Value sesungguhnya dari Gen AI adalah mendapatkan pengetahuan dan insight dalam skala besar. Namun tanpa data yang bagus, model AI tidak bisa berjalan dengan baik. Dengan demikian, perusahaan yang bakal mendapatkan manfaat adalah dari sektor-sektor yang memiliki kumpulan besar data tepercaya yang bisa mereka akses untuk mendapatkan insight yang bisa ditindaklanjuti.
Kelompok kedua adalah perusahaan yang secara tradisional tidak memiliki database dalam skala besar untuk memanfaatkan Gen AI, dan mereka akan beralih ke AI tradisional atau model machine learning yang deterministik, untuk mendorong efisiensi dan produktivitas.
“Pada akhirnya, kami memperkirakan bahwa bisnis akan berhenti memberikan perhatian besar kepada sensasi dan kejayaan Gen AI, sebaliknya mereka akan berfokus untuk memetakan roadmap investasi teknologi mereka untuk meraih target perusahaan yang lebih besar,” ucap Sherlie.
Selanjutnya adalah tren tentang bisnis yang makin menyukai fleksibilitas dalam memilih antara private LLM atau public LLM. Hal ini dipicu oleh inovasi enterprise AI yang menjadi pusat perhatian di tahun depan, Bisnis harus dapat memilih kapan harus menggunakan public large language models (LLM) atau kapan menggunakan yang privat, yang bisa memberikan insight akurat berdasarkan konteks organisasi.
Menurut riset McKinsey, kurang dari setengah (47%) perusahaan secara signifikan melakukan kustomisasi dan mengembangkan model mereka sendiri saat ini dan Cloudera meyakini ini akan berubah pada 2025, di mana perusahaan mengembangkan chatbot yang digerakkan AI, asisten virtual, dan aplikasi berbasis agen yang disesuaikan dengan bisnis perorangan dan industri.
Saat semakin banyak perusahaan menjalankan LLM kelas enterprise, mereka akan membutuhkan dukungan GPU untuk performa yang lebih cepat dibandingkan CPU tradisional, dan sistem tata kelola data yang kuat dengan keamanan dan privasi yang ditingkatkan. Dalam semangat yang sama, perusahaan juga akan meningkatkan penggunaan metode retrieval-augmented generation untuk mengubah LLM generik menjadi data repository yang khusus untuk industri atau perusahaan tertentu, yang lebih akurat dan andal bagi pengguna akhir yang bekerja di field support, SDM, atau rantai pasokan.
Cloudera juga memprediksi bahwa pada tahun 2025, perusahaan akan melangkah maju menuju ke produksi penuh dan melakukan pengembangan dengan penerapan Gen AI. Ini artinya menjalankan infrastruktur hybrid cloud saja tidak akan cukup, dan perusahaan akan menghadapi kebutuhan mendesak untuk memiliki kemampuan multi-cloud atau hybrid cloud untuk data dan analitik. Dengan pertumbuhan di lingkungan hybrid, jejak data perusahaan akan meluas di on-premise, mainframe, di public cloud, dan di edge.
Bisnis membutuhkan kemampuan untuk membawa model Gen AI ke mana pun data berada, dan dengan lancar memindahkan data dan beban kerja ke seluruh bisnis, untuk mendapatkan insight berharga dan menjawab kebutuhan perusahaan. Dengan begitu banyak data yang diberikan kepada layanan model AI, keamanan dan tata kelola akan muncul ke permukaan. Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang mulai berlaku tahun ini mengharuskan perusahaan untuk memastikan keamanan dan kerahasiaan data pribadi. Pelanggaran terhadap peraturan ini akan membuat perusahaan berhadapan dengan sanksi administratif, hukuman pidana, dan denda yang besar.
Riset Deloitte mendapati bahwa hambatan terbesar dalam pengadopsian GenAI bagi perusahaan adalah risiko kepatuhan dan kekhawatiran terkait tata kelola. Regulasi juga menjadi salah satu penghalang di Indonesia menurut 75% CEO yang mengikuti survei yang dilakukan oleh PwC, selain masalah kemampuan teknis (63%) dan kurangnya tenaga kerja ahli (61%).
Ketika perusahaan menjalankan model AI dan aplikasi secara privat, baik di on-premise maupun di public cloud, akan ada penekanan yang lebih besar pada platform manajemen hybrid data yang mengintegrasikan sumber data on premise dan cloud untuk fleksibilitas yang lebih besar dan akses yang lebih luas ke dataset yang berbeda sekaligus menjaga kendali, keamanan dan tata kelola pada endpoint model dan operasional.
Lalu tren terakhir yang diprediksi akan terjadi pada tahun depan adalah keberadaan agen AI yang akan memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Sherlie menjelaskan, evolusi agen AI yang cepat akan membentuk cara perusahaan memanfaatkan data untuk mendapatkan insight yang bisa ditindaklanjuti dan mendorong ROI. Pemimpin harus bergerak melampaui metodologi agile tradisional dan mengintegrasikan kemampuan AI ke dalam proses pengembangan core mereka agar bisa berkembang dalam lingkungan yang bergerak cepat ini.
Perusahaan yang berinvestasi pada alur kerja agen dan model yang foundational, akan mendapatkan keunggulan kompetitif, mengubah tugas-tugas yang kompleks menjadi tindakan yang efisien dan memberikan hasil dengan cepat. Untuk memaksimalkan potensi ini, perusahaan harus memprioritaskan pengembangan tim dengan keahlian yang difokuskan pada pembelajaran berkelanjutan dan mahir dalam pemanfaatan AI.
Saat agen AI berkembang, tata kelola data yang kuat akan jadi penting untuk mendapatkan insight yang bisa diandalkan. Perusahaan yang memanfaatkan AI untuk inovasi dan efisiensi akan menjadi pemimpin pasar. “Dengan mengadopsi alur kerja agen, mereka bisa mengotomatisasi proses yang kompleks, memungkinkan pengambilan keputusan dengan lebih cepat dan respons yang agile terhadap perubahan pasar. Integrasi ini akan mendorong adaptabilitas, memungkinkan tim tetap berada di depan tren. Mereka yang menangkap peluang yang diberikan agen AI akan menentukan masa depan industri mereka,” pungkas Sherlie.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Sufri Yuliardi
Editor: Sufri Yuliardi
Tag Terkait: