Harga minyak dunia mencatat penurunan signifikan pada penutupan perdagangan di Senin (16/12). Faktor utama penurunan ini adalah lemahnya permintaan serta ketidakpastian kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed).
Dilansir Selasa (17/12), West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari 2025 turun 0,8% atau 58 sen ke US$70,71 per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara Brent untuk pengiriman Januari 2025 melemah 0,8% atau 58 sen menjadi US$73,91 per barel di London ICE Futures Exchange.
Baca Juga: Sambut Nataru 2025, Asian Agri Gelar Pasar Murah Minyak Goreng di Sumatra Utara
Analis Ritterbusch and Associates, Jim Ritterbusch menilai bahwa harga minyak tengah berada dalam fase stagnah mengingat belum adanya katalis baru untuk mendongkrak harga komoditas tersebut
“Minggu ini, tidak ada faktor besar yang bisa mendorong harga lebih lanjut,” ujarnya.
Ekonomi China yang masih lemah juga memberikan tekanan tersendiri bagi harga minyak mengingat negara tersebut merupakan salah satu konsumen tersebut akan minyak global.
Kondisi tersebut membuat jomplang antara permintaan dan produksi minyak. Hal itu pula yang mendorong ditundanya rencana peningkatan produksi minyak oleh Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC). Keputusan ini mencerminkan kekhawatiran terhadap lemahnya permintaan global.
Dolar Amerika Serikat (AS) yang tengah menguat juga turut menekan harga minyak. Indeks dolar yang kuat membuat minyak mentah lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya dan mengurangi permintaan global.
Baca Juga: Dari Limbah ke Energi: PASPI Ungkap Prospek dan Tantangan Biodiesel Berbasis Minyak Jelantah
Investor kini menanti pertemuan dari The Fed. Bank sentral diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 0,25%. Meskipun langkah ini berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi, ketidakpastian arah kebijakan tersebut membuat pasar cenderung berhati-hati.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar