Nukila Evanty, Ketua Koalisi: Tugas Berat Pemerintah Setelah Mengembalikan Mary Jane ke Filipina
Pemerintah Indonesia secara resmi memulangkan Mary Jane Veloso (MJV) kembali ke negara asalnya, Filipina, tanggal 18 Desember 2024, setelah tercapai kesepakatan antara kedua pemimpin negara. Kesepakatan pemulangan Mery Jane Veloso tertuang dalam penandatanganan Practical Arrangement oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan dan Wakil Menteri Urusan Hukum Filipina pada Jumat 6 Desember 2024.
MJV, mantan pekerja migran ditangkap pada tahun 2010 di Yogyakarta, Indonesia karena telah membawa 2,6 kilogram heroin dan MJV mengaku bahwa dia adalah korban perdagangan orang (human trafficking). Eksekusi terhadap MJV pernah dijadwalkan pada tahun 2015 di Nusakambangan, dihentikan pada menit-menit terakhir setelah penangkapan tersangka perekrutnya. MJV telah mendekam di tahanan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas IIB Yogyakarta lebih kurang 14 tahun, setelah ditangkap di Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta 25 April 2010.
Menurut Nukila Evanty, Ketua Koalisi Masyarakat Sipil Lawan Kejahatan Terorganisir (Koalisi) atau the Coalition against Organized Crime, yang sekaligus ahli hukum Internasional, menyorot bahwa kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan Filipina untuk mentransfer MJV merupakan sebuah terobosan yang sangat signifikan dalam sebuah kasus hukum, serta melambangkan dan pengakuan bahaya yang dihadapi oleh para pekerja migran terutama perempuan dan adanya potensi mendapatkan keadilan melalui suatu kerja sama internasional.
Baca Juga: Konsisten Tegakkan Hukum, LPS Minta Tanggung Jawab Pihak-Pihak yang Merugikan Bank
Menurut Nukila, tugas pemerintah di bawah leading sector, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) telah berubah status menjadi Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia bertambah berat karena;
- Kasus MJV ini sebenarnya ada lesson learned untuk menghapus hukuman mati sebagaimana yang telah dilakukan oleh Filipina, salah satu negara yang telah lama menghapuskan hukuman mati, karena bertentangan dengan hak asasi manusia paling hakiki, yaitu hak hidup dan konvensi yang telah diratifikasi Indonesia, Convention against Torture other Cruel, Inhuman and Degrading Treatment (Konvensi Anti Penyiksaan);
- pentingnya kewaspadaan terhadap sindikat kriminal internasional yang sering mengintai dan mengeksploitasi pekerja migran di luar negeri. Pemerintah dan penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan harus bertemu dan mendiskusikan langkah-langkah perlindungan serta memperkuatprogram yang lebihkomprehensif kepada pekerja migran kita yang rentan;
- Pemerintah Indonesia harus memberi perhatian ekstra padanasib pekerja migran Indonesiayang menghadapi tuntutan pidana di luar negeri. Sangat penting bagi pemerintah untuk terus memperluas perlindungan dan upaya diplomasi pada pekerja migran Indonesia yang mengalami kondisi serupa;
- Program perlindungan pekerja migran harus mulai menekankann hak atas peradilan yang adil, akses terhadap keadilan, dan perlindungan yang setara atashukum sebagaimana diuraikan dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR, International Covenant on Civil and Political Rights) serta hak terhadap bantuan hukum dan perlindungan terhadap korban perdagangan orang sebagaimana dituangkan dalam Protokol Palermo, yang semuanya telah diratifikasi oleh Indonesia dan Filipina dan
- Pemerintah harus berbenah untuk memastikan perlindungan mulai dari pemberangkatan sampai pulangnya pekerja migran Indonesia, termasuk nasib pekerja migran informal atau tanpa dokumen, mereka ini banyak jumlahnya, bekerja sebagai ART dan bahkan di perkebunan, bagaimana pemerintah dan penegak hukum lebih giat dalam identifikasi korban dan melibatkan organisasi masyarakat sipil dalam Pencegahan kejahatan perdagangan orang yang menimpa banyak Pekerja migran. Sistem pendukung harus holistik, termasuk dalam pemulangan pekerja migran. Banyak kita dengar laporan situasi pekerja migran kita terlunta lunta di tahanan Imigrasi, di perbatasan dan terlunta-lunta di KBRI.
Nukila menutup dengan mengingatkan pemerintah untuktetap sejalan denganUndang-Undang Perlindungan Pekerja Migran No 18 tahun 2017 yaitu Negara mempunyai kewajiban untuk menjamin keselamatan, martabat, dan hak-hak dasar warga negaranya yang bekerja di luar negeri.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat