Himpunan Pengusaha Briket Arang Kelapa Indonesia (HIPBAKI) meminta agar ekspor kelapa butir Indonesia dibatasi. Hal ini dikarenakan sebanyak 25 anggota HIPBAKI yang mengaku mengalami masalah kekurangan bahan baku arang batok kelapa.
Untuk menindaklanjuti hal tersebut, Ketua Umum HIPBAKI, Basuki dan Sekjen HIPBAKI, Wahid Mahmud, bersurat kepada Menteri Perdagangan (Mendag) dengan tembusan kepada Presiden dan Wakil Presiden RI, Menteri Koordinator Perekonomian dan Menteri Pertanian (Mentan).
Baca Juga: Wamenaker Dorong Revisi Permendag No 8/2024: Bahaya untuk Industri Tekstil
Menurut Basuki, anggota HIPBAKI selalu mendapati kelangkaan bahan baku arang batok kelapa sepanjang masa. Yang mana penyebabnya yakni ekspor kelapa butir secara besar-besaran serta tidak dikendalikan oleh pemerintah.
Maka dari itu, pihaknya mengusulkan agar pemerintah, melalui pihak-pihak terkait, segera mengeluarkan kebijakan guna membatasi atau mengendalikan ekspor kelapa butir sehingga kebutuhan industri dalam negeri bisa terpenuhi dan sejalan dengan program hilirisasi dari pemerintah.
Pihaknya juga mengaku dari tahun ke tahun telah melakukan audiensi dengan pihak pemerintah melalui beberapa tangan di antaranya Kementerian Pertanian, Bappenas, Kementerian Perdagangan, hingga Kemenko Perekonomian. Akan tetapi, disayangkan hingga saat ini masih belum ada solusi yang signifikan untuk mengatasi masalah tersebut.
Sebagai informasi, HIPBAKI saat ini beranggotakan 25 perusahaan yang tersebar di beberapa provinsi di Indonesia. Sementara itu, total nilai ekspor anggota HIPBAKI kurang lebih sebesar Rp2,15 triliun per tahunnya atau sekitar 23% dari total pelaku industri dan ekspor briket arang kelapa Indonesia dengan nilai mencapai lebih dari Rp9,4 triliun per tahun.
“Total keseluruhan komoditas arang (charcoal) yang berbahan baku tempurung kelapa, kayu, sawdust, cangkang kemiri, cangkang sawit, maupun lainnya yang di ekspor dari Indonesia ke berbagai belahan penjuru dunia di perkirakan lebih dari 10 kali lipat yaitu sebesar Rp94 trilliun per tahun,” kata Basuki dalam keterangan yang dikutip, Jumat (27/12/2024).
Sementara itu, diperkirakan ada kurang lebih 2000 orang yang berasal dari petani kelapa, petani pembuat arang kelapa, pengepul, dan para pedagang sebagai pemasok bahan baku kelapa mengaku sangat bergantung kepada industri briket arang kelapa ini.
Pasalnya, industri tersebut dapat memberikan manfaat serta nilai tambah sebagai salah satu produk akhir turunan kelapa, belum termasuk para pihak lain seperti sektor transportasi, pemasok bahan penunjang, serta jumlah tanggungan setiap pihak yang terlibat.
Baca Juga: Potensi Jaga Devisa dan Lingkungan, Ini Sederet Fakta Bioplastik Berbahan Sawit
“Total di perkirakan bahwa ada sebanyak kurang lebih 30.000 orang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam industri briket arang kelapa Indonesia, atau sekitar 300.000 orang yang menggantungkan hidupnya terhadap komoditas charcoal di Indonesia,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: