Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        5 Alasan yang Membuat McDonald’s Tidak Mudah Bekembang di Vietnam

        5 Alasan yang Membuat McDonald’s Tidak Mudah Bekembang di Vietnam Kredit Foto: Unsplash/ Joiarib Morales Uc
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketika McDonald’s pertama kali hadir di Vietnam pada tahun 2014, tepatnya di Kota Ho Chi Minh City, masyarakat di sana menyambut dengan sangat antusias. Banyak orang rela antre panjang untuk mencicipi burger yang menjadi pengalaman kuliner baru.

        Pembukaan gerai pertama di Vietnam dan ke-10.000 bagi McDonald's itu berhasil menarik 400.000 pelanggan dalam bulan pertama. Tentu saja hal tersebut membuat prediksi keberhasilan McDonald's di Vietnam terhitung meyakinkan, sama seperti di kebanyakan negara lainnya. 

        Namun, di luar dugaan, McDonald’s ternyata kesulitan untuk berkembang di Vietnam. Saat ini, dari 41.000 gerai yang tersebar di seluruh dunia, hanya ada sebanyak 33 gerai McDonald's di Vietnam. 

        Lalu, apa yang membuat McDonald's tidak dapat berkembang cepat di Vietnam?

        1. Konsep Layanan Cepat McDonald’s Kalah Cepat dengan Masakan Vietnam

        Di Vietnam, konsep makanan cepat saji sudah lama ada. Mulai dari pho hingga banh mi, makanan lokal dapat dinikmati dengan cepat. 

        Pho adalah sup mie khas Vietnam yang disiapkan dengan menuangkan air panas ke dalam mangkuk berisi bahan-bahan padat dan kuah. Sedangkan banh mi adalah sandwich yang dibuat dengan memotong baguette dan mengisinya dengan berbagai bahan. 

        Proses penyajiannya cepat, bahkan lebih cepat dibandingkan layanan di McDonald’s. Dengan demikian, keunikan McDonald’s sebagai restoran cepat saji menjadi kurang relevan di mata masyarakat lokal.

        2. Persaingan Lokal yang Sangat Ketat

        Pada tahun 2018, terdapat sekitar 540.000 tempat makan di Vietnam, di mana 430.000 di antaranya adalah pedagang lokal. 

        Budaya makanan kaki lima sangat berkembang di Vietnam. Makanan tersedia di mana saja, baik di daratan maupun di atas perahu. Sementara itu, menu McDonald’s sebagian besar hanya terdiri dari burger dan minuman. 

        Masyarakat Vietnam lebih memilih variasi menu yang lebih banyak, murah, dan tradisional dibandingkan dengan opsi yang terbatas di McDonald’s.

        Baca Juga: Belum Genap Sebulan, Pertamina Sukses Sedot Seribuan Minyak Jelantah Masyarakat

        3. Dampak Perang Vietnam terhadap Hubungan Dagang

        Perang Vietnam meninggalkan luka mendalam, baik secara fisik maupun emosional, bagi masyarakat setempat. Hubungan perdagangan antara Vietnam dan Amerika Serikat terhenti selama bertahun-tahun. 

        Baru pada tahun 1995, kedua negara sepakat membuka kembali hubungan dagang. Pada tahun 1997, KFC menjadi merek Amerika pertama yang masuk ke Vietnam pascaperang. Namun, selama masa isolasi tersebut, pasar makanan diisi oleh para pelaku usaha lokal. Ketika akhirnya merek Amerika, termasuk McDonald’s, masuk ke pasar Vietnam, mereka menghadapi tantangan berat di pasar yang sudah penuh sesak.

        4. Strategi Harga McDonald’s Tidak Sesuai dengan Pasar Lokal

        Harga menu McDonald’s di Vietnam dianggap mahal bagi kebanyakan masyarakat lokal. Sebagai contoh, harga Big Mac adalah $2,82 (sekitar VND 65.000), sementara rata-rata makanan di restoran lokal hanya sekitar $2,16 (VND 50.000). Bahkan, harga makanan di McDonald’s bisa mencapai dua kali lipat. 

        Walaupun ada menu yang disesuaikan dengan selera lokal, seperti nasi ayam atau nasi babi panggang dengan telur, mayoritas masyarakat tidak merasa harga tersebut sepadan untuk dikunjungi secara rutin.

        Baca Juga: Ajinomoto Edukasi Calon Pengusaha Kuliner Lewat Konsep Bijak Garam dan Profitable

        5. Menu McDonald’s Tidak Sesuai dengan Tradisi Berbagi Makanan

        Di Vietnam, tradisi makan bersama keluarga atau teman, sambil berbagi makanan, sangat umum dilakukan. Budaya ini bertolak belakang dengan konsep makanan McDonald’s yang lebih individual seperti burger. 

        Selain itu, budaya “makan cepat lalu pergi” yang diterapkan restoran cepat saji tidak sesuai dengan kebiasaan masyarakat Vietnam yang lebih santai dan menikmati waktu makan mereka.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Amry Nur Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: