Usai Suku Bunga, Bursa Eropa Dibayangi Ancaman Tarif Amerika Serikat

Usai Suku Bunga, Bursa Eropa Dibayangi Ancaman Tarif Amerika Serikat Kredit Foto: Bea Cukai
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bursa Eropa mengalami tekanan yang cukup hebat dalam perdagangan terakhir untuk pekan lalu di Jumat (7/3). Pasar menyoroti ancaman memanasnya kebijakan tarif hingga kebijakan moneter dari Eropa.

Dilansir dari Reuters, Senin (10/3), Indeks Stoxx 600 yang mencakup saham-saham dalam seluruh euro ditutup melemah 0,46% ke 553,35.

Baca Juga: Perkuat Promosi Pariwisata RI di Eropa, Kemenpar Kembali Ikuti ITB Berlin 2025

Dari Jerman, pasar menyoroti rencana pembuatan dana infrastruktur sebesar €500 miliar (US$543 miliar) serta perombakan aturan pinjaman oleh pemerintah setempat.

Pasar menyambut hal tersebut dengan melakukan penjualan besar-besaran terhadap obligasi jangka panjang dari Jerman. Meski demikian, obligasi terkait mulai pulih kembali.

Dari Eropa, European Central Bank (ECB) menurunkan tiga suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps). Deposit Facility Rate menjadi 2,50%, Main Refinancing Rate menjadi 2,65% dan Marginal Lending Rate menjadi 2,90%.

ECB mengakui bahwa kebijakan moneter dibuat menjadi lebih longgar guna meringankan biaya pinjaman bagi dunia usaha dan rumah tangga. Keputusan ini mencerminkan penilaian terbaru dari prospek inflasi dan transmisi kebijakan moneter di Eropa.

Sementara Amerika Serikat menjadi sorotan terkait dengan ancaman tarifnya terhadap Uni Eropa. Meski belum jelas kapan, pasar was-was terkait hal tersebut mengingat tarik-ulur yang sering dilakukan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

"Karena perubahan kebijakan perdagangan yang tidak menentu, ada banyak ketidakpastian. Kami masih belum tahu jenis tarif seperti apa yang mungkin dikenakan pada Eropa," kata Kepala Divisi Uang dan Pasar Hargreaves Lansdown, Susannah Streeter.

Baca Juga: Diancam Resesi, Wall Street Bergejolak Menyusul Ekspektasi Kuat Terkait Suku Bunga Amerika Serikat

Adapun Anak Buah Trump, Howard Lutnick baru-baru menegaskan bahwa pihaknya tak akan mundur dari penerapan kebijakan tarif sebelum adanya penangangan serius soal peredaran fentanyl dari Meksiko, Kanada, dan China.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: