Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, mengungkapkan bahwa buruh Indonesia menghadapi kabar buruk usai Lebaran tahun ini. Indonesia kini memasuki gelombang kedua Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dipicu oleh kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terkait kenaikan tarif impor barang ke AS.
Berdasarkan catatan Litbang KSPI dan Partai Buruh, gelombang pertama PHK telah membuat 60 ribu buruh kehilangan pekerjaan di lebih dari 50 perusahaan sepanjang Januari hingga Maret 2025. Mayoritas dari mereka bahkan tidak menerima Tunjangan Hari Raya (THR), termasuk buruh Sritex yang hingga Lebaran berlalu belum mendapatkan haknya.
“Pernyataan pemerintah bahwa THR akan dibayarkan kemudian hanyalah janji manis. THR harus dibayarkan maksimal H-7 sebelum Lebaran. Jika dibayar setelah itu, secara hukum dan substansi, tidak bisa lagi disebut THR,” tegas Said Iqbal.
Baca Juga: Tarif Resiprokal Ancam Ekspor Otomotif dan Elektronik RI ke AS, Bisa PHK Massal
Ia juga menyesalkan perlakuan perusahaan aplikator seperti Gojek, Grab, dan Maxim yang hanya memberikan Bantuan Hari Raya (BHR) sebesar Rp50 ribu kepada para pengemudi. Padahal, terdapat anggota KSPI yang sebelumnya meraih pendapatan lebih dari Rp30 juta. “Seharusnya mereka menerima BHR mendekati Rp900 ribu. Ini catatan yang sangat miris,” katanya.
Sementara itu, buruh yang di-PHK bahkan tidak menerima pesangon. Saat ini, beberapa serikat pekerja telah diajak berunding oleh manajemen perusahaan terkait rencana PHK, meski belum ada kejelasan mengenai jumlah, waktu, dan pemenuhan hak buruh. Gelombang kedua PHK diprediksi makin dalam akibat kebijakan tarif impor AS yang berlaku sejak 9 April 2025.
“Sejumlah perusahaan sedang goyah dan mencari cara untuk menghindari PHK. Namun, kenaikan tarif 32% dari AS membuat barang produksi Indonesia menjadi lebih mahal, sehingga permintaan turun dan perusahaan terpaksa melakukan efisiensi, termasuk PHK,” ujarnya.
Litbang KSPI dan Partai Buruh memperkirakan akan ada tambahan 50 ribu buruh yang ter-PHK dalam tiga bulan setelah kebijakan tarif baru diberlakukan. Industri yang paling rentan meliputi tekstil, garmen, sepatu, elektronik, makanan-minuman, minyak sawit, karet, dan pertambangan.
Banyak dari perusahaan di sektor tersebut merupakan milik investor asing. Bila situasi ekonomi tidak menguntungkan, mereka bisa memindahkan produksi ke negara dengan tarif lebih rendah seperti Bangladesh, India, atau Sri Lanka. Namun, investor dari Taiwan, Korea, dan Hongkong kemungkinan tetap berproduksi di Indonesia dengan menggunakan merek negara lain.
Baca Juga: PHK Gegara Trump: 100.000 Pekerja Terancam Efek Tarif di Kanada
Beberapa industri seperti Freeport dan kelapa sawit tidak mudah dipindahkan, tetapi tetap memungkinkan melakukan PHK sebagai langkah efisiensi.
Menanggapi kondisi ini, KSPI dan Partai Buruh mendesak pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) PHK untuk mengantisipasi PHK massal, memastikan hak buruh terpenuhi, dan memberikan rekomendasi kebijakan, termasuk mendorong re-negosiasi dagang dengan AS. Usulan pembentukan Satgas ini telah disampaikan kepada Wakil Ketua DPR RI dan mendapat respons positif.
Salah satu opsi re-negosiasi adalah mengganti bahan baku dengan produk dari AS, seperti kapas. Selama ini Indonesia mengimpor kapas dari Tiongkok dan Brasil, padahal jika menggunakan kapas dari AS, tarif bisa lebih ringan.
Dalam kunjungan bersama Kapolri ke pabrik sepatu di Brebes, KSPI melihat bahwa investor Taiwan dan Hongkong mengalami tekanan akibat tarif tinggi, sementara Vietnam mulai menurunkan kapasitas produksi dan mengalihkan pesanan ke Indonesia. Said Iqbal menilai pemerintah harus melihat peluang ini dan memberi perlindungan kepada industri dalam negeri, termasuk dengan memberikan kemudahan regulasi.
Ia juga memperingatkan agar Indonesia tidak menjadi sasaran perpindahan pasar dari negara lain. “Jika China kehilangan pasar ekspor ke AS dan membanjiri Indonesia dengan produk murah, maka industri lokal akan tertekan dan PHK semakin tidak terhindarkan,” ucapnya.
Oleh karena itu, KSPI dan Partai Buruh mendesak agar Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2023 segera dicabut. Jika tidak, impor akan makin tak terkendali, harga produk jatuh, dan industri dalam negeri semakin terhimpit.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri