Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Powell Bunyikan Alarm Soal Inflasi, Efek Tarif Membayangi Dolar AS

        Powell Bunyikan Alarm Soal Inflasi, Efek Tarif Membayangi Dolar AS Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Dolar Amerika Serikat (Dolar AS) melonjak dalam perdagangan di Jumat (4/4). Pasar menyambut baik sinyal arah kebijakan moneter yang diberikan oleh Ketua Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell.

        Dilansir dari Reuters, Senin (7/4), Indeks dola yang menjadi tolak ukur kekuatan greenback terhadap mata uang global lainnya tercatat naik 0,98% menjadi 103. Hal ini mencerminkan sentimen pasar yang mulai memperhitungkan risiko kenaikan harga akibat tarif impor.

        Baca Juga: Rupiah Makin Ditekan Dolar AS, BI Mampu Meredam?

        Manajer Portofolio Valuta Asing BNP Paribas Asset Management, Peter Vassallo mengatakan bahwa pasar menyoroti sinyal dari Powell. Baru-baru ini sosok tersebut  menyampaikan pandangan hati-hati terkait prospek pelonggaran moneter lebih lanjut, seiring lonjakan risiko inflasi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi di AS.

        "Ini reaksi yang lebih hawkish, karena fokusnya pada dampak inflasi dari tarif. AS adalah pihak yang memberlakukan tarif, jadi dampaknya pada ekonomi domestik kemungkinan besar akan lebih besar," kata Peter Vassallo.

        Powell sebelumnya menjelaskan bahwa kombinasi tarif tinggi dan kondisi pasar tenaga kerja yang kuat menempatkan bank sentral dalam posisi sulit karena dihadapkan pada inflasi yang bertahan tinggi serta risiko pertumbuhan yang melambat.

        Pernyataan itu disampaikan setelah data ketenagakerjaan menunjukkan penambahan 228.000 pekerjaan di Maret 2025. Angka tersebut jauh di atas perkiraan 135.000, meskipun tingkat pengangguran naik sedikit menjadi 4,2%.

        Baca Juga: Indonesia Ogah Balas Tarif Trump, Pilih Negosiasi Demi Ekonomi!

        Meski demikian, pasar mengabaikan laporan tenaga kerja karena belum mencerminkan dampak ekonomi dari tarif yang baru diumumkan, termasuk tarif balasan 34% dari China terhadap semua barang AS, yang berlaku mulai 10 April.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: