
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali tertekan hingga menyentuh level Rp17.000 dalam perdagangan Jumat malam (4/4/2025). Pelemahan ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor global, termasuk rilis data tenaga kerja AS yang lebih kuat dari ekspektasi serta pernyataan terbaru dari Federal Reserve (The Fed).
Menurut Analis Pasar Uang Ibrahim Assuaibi, tekanan terhadap rupiah dipicu oleh sentimen negatif dari luar negeri yang datang bertubi-tubi.
Baca Juga: Tarif Impor Trump Picu Aksi Jual Investor Asing, IHSG dan Rupiah Terancam Anjlok
“Rilis data tenaga kerja AS di luar ekspektasi, jauh lebih baik dari perkiraan sebelumnya, ini langsung mendorong penguatan indeks dolar dan melemahkan rupiah,” jelas Ibrahim kepada Warta Ekonomi, Minggu (6/4/2025).
Selain itu, pernyataan dari Gubernur The Fed yang disampaikan pada Jumat malam juga memperburuk tekanan terhadap pasar keuangan negara berkembang.
“The Fed menyatakan masih terlalu dini untuk menurunkan suku bunga karena inflasi global tetap tinggi dan kondisi ekonomi masih tidak pasti. Ini membuyarkan harapan bahwa tahun 2025 akan ada tiga kali penurunan suku bunga,” tambahnya.
Ibrahim juga menyoroti perang dagang yang kian luas, tidak hanya berdampak pada Tiongkok, Kanada, dan Meksiko, tetapi juga menekan negara-negara seperti Indonesia. Ia mencatat, Indonesia terkena beban tambahan biaya impor hingga 32% akibat kebijakan perdagangan global yang dipimpin oleh AS.
“Kita justru tidak melakukan tindakan balasan. Negara-negara lain melakukan perlawanan, sementara Indonesia hanya memilih negosiasi. Seharusnya bisa memberikan tarif impor serupa terhadap produk AS untuk menyeimbangkan tekanan,” ujarnya.
Situasi geopolitik di Timur Tengah dan Eropa juga memperkeruh pasar. Ketegangan antara Rusia dan Ukraina kembali meningkat, mendorong investor global untuk mengalihkan dananya ke aset aman, menjauh dari mata uang negara berkembang seperti rupiah.
Terkait hal tersebut, Bank Indonesia disebut-sebut akan melakukan triple intervensi pada awal pekan depan untuk meredam volatilitas rupiah. Intervensi dilakukan di pasar spot valuta asing, obligasi, dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
Namun Ibrahim menilai langkah tersebut kemungkinan tidak akan memberikan dampak besar.
“Intervensi BI tetap penting, tapi karena tekanan global sangat kuat, kemungkinan besar saat pembukaan pasar Senin, rupiah bisa menembus Rp17.050 per dolar AS,” tuturnya.
Baca Juga: Kebijakan tarif Trump sebabkan Bitcoin turun ke level 83.000 dolar AS
Kondisi ini menjadi sinyal bahwa pelaku pasar dan otoritas moneter harus semakin waspada terhadap kombinasi faktor eksternal yang tidak bisa dikendalikan langsung oleh kebijakan dalam negeri.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement