Kredit Foto: Instagram/Donald Trump
Kebijakan ekonomi era Donald Trump dinilai memicu ketidakpastian global yang bahkan melampaui kondisi saat pandemi COVID-19. Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, menanggapi tren proteksionisme dan perang tarif yang kembali mencuat seiring peluang Trump kembali memimpin Amerika Serikat.
Menurut Tauhid, langkah-langkah ekonomi Trump bukan hal baru. Sejak masa jabatan pertamanya hingga masa kampanye, Trump telah menunjukkan arah kebijakan ekonomi yang tegas dan konfrontatif.
“Ini adalah era baru yang membawa perubahan signifikan,” ujar Tauhid, Senin (14/4/2025).
Baca Juga: Curhat ke Pandu, Tarif Trump Buat Investor AS Pusing Tujuh Keliling
Tauhid menyebut sejumlah kebijakan kontroversial yang pernah diambil Trump, mulai dari penghentian bantuan asing seperti USAID, keinginan membeli Greenland, keluar dari lembaga internasional seperti WHO dan Paris Agreement, hingga pendekatan politik yang tak lazim terhadap Rusia dan Iran.
Di sektor domestik, Trump juga memperketat arus imigran serta mendorong kebijakan proteksionisme dengan perang tarif terhadap sejumlah negara.
Dampaknya terasa di berbagai negara. Kamboja dan Vietnam mengalami tekanan ekspor akibat tarif tinggi masing-masing sebesar 49% dan 46%, yang menyebabkan ekspor turun 30–37%. Indonesia pun turut terdampak, meskipun dalam skala lebih ringan. Secara keseluruhan, International Monetary Fund (IMF) memperkirakan ketegangan dagang tersebut bisa memangkas ekonomi global hingga 0,4%.
Tauhid menyoroti defisit perdagangan AS yang melampaui USD 100 miliar sebagai latar belakang kebijakan keras Trump. Sementara itu, China terus mencatatkan surplus, memicu ketegangan dagang yang makin tajam.
Baca Juga: Sri Mulyani hingga Airlangga Terbang ke AS Buat Lobi Tarif 32%
Untuk merespons potensi kebijakan tarif resiprokal dari AS, Tauhid mengusulkan tujuh langkah strategis bagi Indonesia, antara lain mengevaluasi isu krusial dalam perdagangan internasional seperti perlindungan kekayaan intelektual, hambatan teknis, dan subsidi; menyatakan sikap tegas terhadap ketidakadilan tarif; serta membuka ruang negosiasi.
Selain itu, Indonesia perlu memberikan dukungan darurat pada sektor industri terdampak seperti mesin, peralatan, dan karet. Tauhid juga mengusulkan pembentukan lembaga reaksi cepat lintas kementerian/lembaga, penyesuaian strategi perdagangan, serta menjaga kebijakan moneter dan fiskal untuk memastikan stabilitas makroekonomi.
“Indonesia harus bersikap cepat, strategis, dan terkoordinasi. Jangan sampai hanya menjadi penonton di tengah dinamika perdagangan global yang makin dinamis,” tegas Tauhid.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: