Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Hadapi Gempuran Tarif Trump, RI Cari Pasar Alternatif dan Perkuat Diplomasi Dagang

        Hadapi Gempuran Tarif Trump, RI Cari Pasar Alternatif dan Perkuat Diplomasi Dagang Kredit Foto: Antara/Arnas Padda
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan langkah strategis dalam merespons kebijakan tarif impor terbaru yang diberlakukan Amerika Serikat pasca kemenangan Presiden Donald Trump. Tiga lapis tarif baru yang diumumkan Washington berpotensi menekan kinerja ekspor nasional ke pasar AS.

        Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag), Djatmiko Bris Witjaksono, menegaskan bahwa pemerintah tidak tinggal diam dalam menghadapi kebijakan proteksionis tersebut.

        “Kami sedang mengkaji dampaknya secara menyeluruh dan akan menempuh pendekatan diplomatik serta negosiasi bilateral dengan AS,” ujar Djatmiko dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (21/4/2025).

        Baca Juga: Kemendag Siapkan Bahasan Teknis Penghapusan Kuota Impor

        Salah satu bentuk tarif yang akan dikenakan kepada Indonesia adalah tarif resiprokal sebesar 32 persen, dihitung berdasarkan defisit perdagangan AS dengan Indonesia. Namun, implementasi tarif tersebut ditunda selama 90 hari, memberikan waktu bagi Indonesia untuk melakukan lobi intensif.

        “Dalam 90 hari ke depan, kami akan maksimalkan upaya untuk memperjuangkan kepentingan nasional, baik melalui dialog bilateral maupun forum multilateral,” katanya.

        Selain itu, Indonesia juga menghadapi ancaman tarif sektoral sebesar 25 persen yang menyasar komoditas seperti baja, aluminium, dan otomotif. Tarif ini berpotensi menggantikan tarif dasar maupun resiprokal apabila diterapkan secara spesifik per sektor.

        Baca Juga: UMKM Indonesia Tembus Pasar Global, Transaksi Tembus Rp233 Miliar Lewat Business Matching Kemendag

        Pemerintah AS beralasan bahwa kebijakan ini diperlukan untuk menekan defisit neraca perdagangannya. Namun, Indonesia menilai bahwa kebijakan tersebut berpotensi bersifat diskriminatif dan tidak adil terhadap negara berkembang.

        “Kami akan mengupayakan agar tidak ada perlakuan yang merugikan posisi Indonesia sebagai mitra dagang yang selama ini aktif dan konstruktif,” tegas Djatmiko.

        Sebagai langkah antisipatif, pemerintah mulai mendorong diversifikasi pasar ekspor dengan menyasar kawasan Asia, Timur Tengah, dan Afrika guna mengurangi ketergantungan terhadap pasar Amerika Serikat.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Uswah Hasanah
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: