Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Cegah Gratifikasi, DJPb Sumut Hadirkan Layanan HORAS

        Cegah Gratifikasi, DJPb Sumut Hadirkan Layanan HORAS Kredit Foto: Biro Adpim Setda Pemdaprov Jabar
        Warta Ekonomi, Medan -

        Dalam rangka mewujudkan zona integritas menuju wilayah birokrasi bersih dan melayani (IWBBM), Kanwil DJPb Sumatera Utara berkomitmen selalu memberikan layanan dengan Harmonis, Objektif, Responsif, Amanah, dan Solutif (HORAS).

        Kepala Direktorat Perbendaharaan Wilayah Sumatera Utara, Indra Soeparjanto mengatakan di Indonesia, mekanisme pelaporan gratifikasi diatur secara ketat untuk mencegah praktik korupsi. 

        "Setiap Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkan penerimaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," katanya, Selasa (17/6/2025).

        Dikatakannya, pelaporan gratifikasi dapat dilakukan melalui beberapa cara, melalui online, yakni Aplikasi Gratifikasi Online (GOL) KPK. Ini adalah platform utama yang disediakan oleh KPK untuk pelaporan gratifikasi secara daring. Pelapor dapat mengaksesnya melalui situs web resmi KPK.

        "Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) di Instansi. Banyak instansi pemerintah telah membentuk UPG untuk memfasilitasi pelaporan gratifikasi di lingkungan kerja masing-masing. UPG ini akan meneruskan laporan ke KPK.

        Baca Juga: Indosat Kian Agresif Bangun Jaringan Internet di Daerah Terpencil Sumut

        Laporan bisa dilakukan secara langsung atau offline. Pelapor dapat datang langsung ke kantor KPK untuk menyampaikan laporan. Kemudian dapat juga melapor dengan mengirimkan Surat Elektronik (Email).

        "Melalui alamat email resmi KPK yang ditujukan untuk pelaporan gratifikasi. Kemudian Pos/Jasa Pengiriman, dengan mengirimkan laporan gratifikasi melalui pos atau jasa pengiriman ke alamat kantor KPK," ujarnya.

        Rocky Subastio Nadapdap, Penyuluh anti korupsi mengatakan ada beberapa Delik Tindak Pidana Korupsi dan Pengelompokannya. Pertama merugikan keuangan negara, yakni penyalahgunaan wewenang sehingga merugikan keuangan negara.

        Kedua, memberikan sejumlah uang untuk memuluskan kebutuhan si penyuap. Ketiga menggelapkan uang/dokumen untuk kepentingan pribadi. keempat tindak pidana memaksa seseorang untuk menyerahkan sesuatu dengan ancaman. Kelima Tindak pidana melakukan tindakan curang dalam proses pengadaan atau proyek. Keenam benturan Kepentingan dalam Pengadaan. Ketujuh tindak pidana pemberian atau penerimaan hadiah atau sesuatu yang bernilai. 

        Dikatakannya, gratifikasi suap terselubung, di mana bahwa pegawai negeri atau penyelenggara negara (Pn/PN) yang terbiasa menerima gratifikasi terlarang lama kelamaan dapat terjerumus melakukan korupsi bentuk lain, seperti suap, pemerasan dan korupsi lainnya sehingga gratifikasi dianggap sebagai akar korupsi.

        Baca Juga: Masalah Kekurangan Dokter dan Perawat di Pirngadi, Ini Kata Wakil Wali Kota Medan

        "Gratifikasi tersebut dilarang karena bersikap tidak obyektif, tidak adil dan tidak profesional. Undang-undang menggunakan istilah 'gratifikasi yang dianggap pemberian suap' untuk menunjukkan bahwa  penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan  dengan kewajiban atau tugasnya," ujarnya.

        Untuk menghindari gratifikasi, penting untuk memiliki kesadaran yang kuat, menolak semua bentuk gratifikasi, dan melaporkan jika ada gratifikasi yang diterima atau ditawarkan. 

        "Budaya anti-gratifikasi juga bisa dibangun melalui peningkatan pemahaman tentang gratifikasi, penerapan sistem pengendalian, menghindari konflik kepentingan, dan pemberian sanksi tegas bagi pelaku," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Khairunnisak Lubis
        Editor: Amry Nur Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: