Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Perjalanan WhatsApp, dari Aplikasi Tak Laku hingga Kini Sukses Digunakan 2,9 Miliar Orang

        Perjalanan WhatsApp, dari Aplikasi Tak Laku hingga Kini Sukses Digunakan 2,9 Miliar Orang Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Di era digital yang serba cepat seperti sekarang, WhatsApp telah menjadi salah satu aplikasi komunikasi paling populer di dunia. Digunakan oleh lebih dari 2,9 miliar orang secara global (Statista, 2024) dan oleh 90,9% pengguna internet Indonesia berusia 16–64 tahun (We Are Social, 2024), WhatsApp telah mengubah cara kita berbicara, bekerja, dan terhubung. 

        Meskipun begitu, tak banyak yang tahu perjalanan panjang aplikasi pesan ini. Di baliknya, ada sosok Jan Koum dari Ukraina yang jatuh bangun membangun.

        Jan Koum lahir pada 24 Februari 1976 di Kyiv, Ukraina, yang saat itu masih berada di bawah rezim Uni Soviet. Ia tumbuh dalam keluarga sederhana dengan latar belakang Yahudi, di mana kehidupan sangat terbatas. Rumahnya diceritakan bahkan tidak memiliki air panas dan keluarganya menghindari percakapan melalui telepon karena takut disadap oleh pemerintah kala itu.

        Pengalaman hidup dan keterbatasan ini menumbuhkan nilai penting dalam diri Koum, yaitu privasi dan aksesibilitas, yang kelak menjadi pondasi utama WhatsApp.

        Pada usia 16 tahun, Koum bersama ibu dan neneknya pindah ke Amerika Serikat untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Mereka menetap di Mountain View, California. 

        Namun, hidup di negara maju tak langsung membawa keajaiban. Keluarganya hidup dari kupon makanan dan bantuan sosial. Sang ayah tidak pernah berhasil menyusul dan meninggal di Ukraina pada 1997. Ibu Koum bahkan didiagnosis menderita kanker tak lama setelah kedatangan mereka di AS.

        Untuk bertahan hidup, remaja Koum bekerja sebagai petugas kebersihan di toko kelontong, sembari belajar pemrograman komputer secara otodidak. Ia membaca buku-buku teknis dari toko bekas dan aktif di komunitas hacker untuk mengasah keahlian keamanan siber.

        Ketekunan membawanya bekerja sebagai penguji keamanan di Ernst & Young, di mana ia bertemu dengan Brian Acton, yang kemudian menjadi partner setianya. Pada tahun 1997, Koum direkrut sebagai infrastructure engineer di Yahoo!, posisi yang membuatnya memilih putus kuliah di San Jose State University demi fokus bekerja.

        Baca Juga: Titik Balik AQUA dari Tak Laku dan Hampir Bangkrut hingga Sukses Menguasai Pasar AMDK di Indonesia

        Setelah sembilan tahun bekerja di Yahoo, Koum dan Acton memutuskan keluar karena merasa jenuh. Mereka mencoba melamar ke Facebook, tapi ditolak. Namun, penolakan itu justru menjadi titik balik penting.

        Pada Januari 2009, setelah membeli iPhone dan melihat potensi dari App Store yang baru, Koum mencetuskan ide membuat aplikasi pesan instan yang sederhana, bebas iklan, dan menjaga privasi pengguna. Ide itu muncul dari kesulitan pribadinya berkomunikasi dengan keluarga di Ukraina karena mahalnya biaya telepon.

        Tepat pada ulang tahunnya yang ke-33, 24 Februari 2009, Koum secara resmi mendirikan WhatsApp Inc. di California, bersama Acton. 

        Aplikasi ini sempat hampir gagal karena sepi peminat. Namun, segalanya berubah ketika Apple memperbarui fitur notifikasi push di iPhone. Koum segera memodifikasi WhatsApp untuk memanfaatkan fitur tersebut, dan dalam waktu singkat, popularitasnya meroket.

        Meski mulai berkembang, WhatsApp menghadapi masalah besar dalam pembiayaan operasional. Verifikasi via SMS saja memakan biaya ribuan dolar per bulan, sementara pendapatan awal pada 2010 hanya sekitar US$5.000 per bulan. 

        Namun, Koum dan Acton teguh mempertahankan prinsip bahwa WhatsApp harus bebas dari iklan demi menjaga fokus pada pengalaman dan privasi pengguna.

        Dukungan datang dari mantan kolega di Yahoo yang berinvestasi awal sebesar US$250.000, disusul oleh investor besar, Sequoia Capital, yang menyuntikkan US$8 juta pada 2011, lalu US$50 juta pada 2013. Pendanaan ini mempercepat pengembangan WhatsApp, mulai dari peningkatan fitur hingga perluasan tim teknis.

        Popularitas WhatsApp yang terus melonjak menarik perhatian Mark Zuckerberg. Pada tahun 2014, Facebook mengakuisisi WhatsApp senilai US$19 miliar, menjadikannya salah satu akuisisi teknologi terbesar sepanjang sejarah. 

        Baca Juga: Suksesnya Husain Djojonegoro, Penerus Orang Tua Group yang Pimpin ABC Sejak Usia 19 Tahun

        Koum dan Acton sempat bergabung dengan Facebook untuk mengembangkan WhatsApp lebih jauh. Namun, konflik nilai mulai muncul. Facebook mendorong monetisasi melalui iklan dan integrasi data pengguna, yang bertentangan dengan prinsip dasar WhatsApp. 

        Karena kebijakan itu, Brian Acton keluar pada 2017, bahkan ikut serta dalam kampanye #DeleteFacebook, dengan meninggalkan potensi uang sebesar US$850 juta. Jan Koum pun mengundurkan diri pada 2018, meski memilih jalur lebih damai.

        Meski WhatsApp kini berada di bawah naungan Facebook (Meta), sosok Jan Koum tetap menjadi ikon inspiratif dunia teknologi. Dari seorang anak imigran yang hidup dari kupon makanan, ia berhasil membangun aplikasi global yang merevolusi cara manusia berkomunikasi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Amry Nur Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: