Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Pemerintah Indonesia terus memperkuat hilirisasi nikel sebagai strategi utama dalam meningkatkan daya saing ekonomi nasional dan membangun ekosistem industri baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV). Langkah ini tak hanya mendukung transisi menuju energi hijau, tetapi juga menjadi pijakan penting bagi Indonesia untuk naik kelas menjadi negara industri maju.
Kebijakan ini sejalan dengan komitmen Indonesia terhadap target Net Zero Emission pada 2060. Pengembangan industri baterai dan kendaraan listrik menjadi sektor kunci dalam mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, mempercepat adopsi teknologi bersih, serta memperkuat infrastruktur berkelanjutan.
Program hilirisasi nikel yang digagas pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan akan dilanjutkan oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto diyakini menjadi motor penggerak transformasi ekonomi nasional. Jika dijalankan dari hulu ke hilir hingga menghasilkan produk akhir seperti baterai, kebijakan ini dapat mendongkrak daya saing industri nasional dan mempercepat lompatan Indonesia menjadi negara maju berbasis energi bersih.
Baca Juga: Pengamat Nilai Operasi GAG Nikel Sesuai Aturan, Mengapa?
Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menilai hilirisasi yang dilanjutkan dengan industrialisasi membuka peluang besar bagi Indonesia untuk mengambil peran strategis di pasar global.
"Selama ini kan Indonesia mengandalkan konsumsi gitu ya. Kalau manufaktur yang tadi berkembang karena adanya industrialisasi, maka di dalam kemungkinan Indonesia akan menjadi negara maju, negara yang berbasis pada industri," ujar Fahmy saat dihubungi media, Selasa (24/6/2025).
Fahmy menekankan pentingnya investasi yang tidak berhenti pada pembangunan smelter saja, melainkan berlanjut hingga tahap akhir seperti produksi baterai atau kendaraan listrik. Ia juga menggarisbawahi pentingnya proses transfer of technology dalam strategi jangka panjang.
“Kalau misalnya tenaga kerja kita belum memenuhi syarat tadi, maka harus ada kesepakatan tentang transfer of technology. Paling tidak lima tahun itu proses, nah lima tahun yang kedua tenaga kerja Indonesia sudah mampu sendiri untuk menghasilkan baterai listrik," ucapnya.
Baca Juga: Kemenperin Berkomitmen Jalankan Hilirisasi Industri di Indonesia Timur
Hilirisasi nikel dinilai membawa manfaat strategis, seperti peningkatan nilai tambah dalam negeri, penyerapan tenaga kerja, masuknya investasi asing, dan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok industri baterai global. Dengan cadangan nikel dan mineral penting lainnya yang melimpah, Indonesia berada di posisi ideal sebagai pemain utama dalam peta energi hijau dunia.
Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Toto Pranoto, menyatakan bahwa hilirisasi nikel sejak era Jokowi memberikan dampak nyata terhadap penerimaan negara.
"Hilirisasi nikel jelas memberikan kontribusi positif bagi pendapatan negara," ujar Toto saat dihubungi secara terpisah.
Meski demikian, Toto mengingatkan bahwa pertumbuhan industri ini harus dibarengi dengan tata kelola yang baik, kepedulian terhadap dampak lingkungan, dan distribusi manfaat yang adil bagi ekonomi lokal. Hal ini penting agar tidak terjadi manipulasi yang merugikan negara.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Djati Waluyo
Tag Terkait: