- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Rakyat Masih Butuh Solar dan LPG Murah, Pemerintah Siapkan Subsidi Jumbo
Kredit Foto: Youtube Sekretariat Presiden
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan volume bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 sebesar 19,05–19,28 juta kiloliter (KL). Jumlah ini sedikit menurun dari proyeksi tahun 2025 yang mencapai 19,41 juta KL.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, merinci volume tersebut mencakup dua jenis BBM subsidi, yaitu solar dan minyak tanah. Dalam rinciannya, pemerintah mengusulkan kenaikan kuota solar menjadi 18,53–18,74 juta KL, naik dari 18,44 juta KL pada 2025.
Sementara minyak tanah dipatok stabil di kisaran 0,52–0,54 juta KL, hampir sama dengan proyeksi 2025 yang sebesar 0,53 juta KL.
Baca Juga: Bahlil Semprot Dirjen Gatrik soal Data Desa Gelap: 'Masih Mau Jadi Dirjen Kau?'
"Minyak solar diusulkan Rp1.000 per liter untuk subsidinya, sama seperti sebelumnya (2025). Saat ini harga keekonomian minyak solar sebesar Rp10.343 per liter, sedangkan harga jual eceran Rp6.800 per liter,” ujar Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam rapat kerja bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (2/7/2025).
Bahlil, solar masih banyak digunakan untuk menunjang aktivitas ekonomi masyarakat, seperti transportasi darat dan laut, kereta api, perikanan, pertanian, usaha mikro, serta layanan umum. Oleh karena itu, diperlukan upaya menjaga keterjangkauan harga di tingkat konsumen.
Adapun volume subsidi LPG tabung 3 kilogram diusulkan sebesar 8,31 juta metrik ton (MTon) pada tahun 2026, meningkat dari proyeksi APBN 2025 yang mencapai 8,17 juta MTon.
Skema subsidi untuk LPG masih akan mengacu pada mekanisme selisih harga, namun pemerintah tengah mengevaluasi agar penyaluran subsidi lebih tepat sasaran.
“Untuk LPG, Perpres-nya sedang kami bahas. Kita akan mengubah beberapa metode agar kebocoran tidak terjadi. Termasuk soal harga yang selama ini berbeda-beda di daerah, ke depan kemungkinan akan ditetapkan satu harga nasional. Ini penting karena negara mengeluarkan anggaran yang besar, mencapai Rp80–87 triliun per tahun untuk subsidi LPG,” jelas Bahlil.
Baca Juga: Bahlil Tekankan Seluruh Proyek Hilirisasi Harus Berkeadilan
Selain BBM dan LPG, pemerintah juga mengusulkan subsidi listrik dalam RAPBN 2026 sebesar Rp97,37–Rp104,97 triliun. Jumlah ini naik dari alokasi subsidi listrik dalam APBN 2025 yang ditetapkan sebesar Rp87,72 triliun.
Bahlil mengatakan, angka ini dihitung berdasarkan asumsi makro ekonomi, seperti harga minyak mentah Indonesia (ICP) di kisaran US$60–US$80 per barel, kurs rupiah Rp16.500–Rp16.900 per US$, dan inflasi 1,5–3,5 persen.
Volume penjualan listrik bersubsidi pada tahun 2026 ditargetkan mencapai 81,56 terawatt hour (TWh), meningkat dari outlook 2025 yang sebesar 76,63 TWh. Bahlil melanjutkan, jumlah pelanggan bersubsidi juga bertambah menjadi 44,88 juta pelanggan, naik dari 43,43 juta pelanggan pada tahun 2025.
“Tambahan pelanggan ini berasal dari hasil integrasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) antara Kementerian Sosial, Kementerian ESDM, dan PT PLN dalam proses pengajuan pelanggan baru. Ini juga sejalan dengan pelaksanaan program bantuan pasang baru listrik,” jelasnya.
Baca Juga: Dear Sri Mulyani, Anak Buah Bahlil Proyeksi Subsidi Listrik 2026 Sentuh Rp104,97 Triliun!
Distribusi subsidi terbesar masih dialokasikan untuk rumah tangga dengan daya 450 VA, yakni sebesar Rp42,5–45,2 triliun atau sekitar 43,1–43,7 persen dari total subsidi listrik.
Disusul pelanggan daya 900 VA yang mencapai Rp20,5–22 triliun (sekitar 21 persen). Sisanya diberikan kepada pelanggan usaha kecil, industri kecil, sosial, serta fasilitas pemerintah, seperti balai desa dan kantor layanan publik lainnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo