Kredit Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) menguat terhadap sebagian besar mata uang dunia pada awal pekan ini, Senin (14/7/2025), setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif baru terhadap sejumlah negara mitra dagang utama. Di sisi lain, rupiah melemah ke level Rp16.250 per dolar AS, tertekan oleh faktor eksternal dan lonjakan utang luar negeri Indonesia.
Pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa penguatan dolar AS dipicu pengumuman tarif baru sebesar 30 persen terhadap Meksiko dan Uni Eropa yang akan berlaku mulai 1 Agustus 2025.
“Trump juga menegaskan tidak akan memperpanjang batas waktu 1 Agustus,” ujar Ibrahim dalam keterangannya, Senin (14/7/2025).
Baca Juga: Dolar AS Menguat, Trump Konfirmasi Penerapan Tarif Tembaga 50%
Selain itu, pekan lalu Trump menjatuhkan tarif impor baru sebesar 25 persen untuk Jepang dan Korea Selatan, serta 50 persen untuk Brasil dan produk tembaga. Ketegangan meningkat setelah AS juga mengirim sistem pertahanan rudal Patriot ke Ukraina, menyusul kekecewaan Trump terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin yang menolak gencatan senjata.
Dari Asia, Tiongkok mencatat surplus neraca perdagangan bulan Juni yang melampaui ekspektasi. Hal ini didorong oleh lonjakan ekspor yang tak terduga, sebagian disebabkan oleh pemangkasan tarif hasil negosiasi dengan AS.
Sementara itu, pasar global menanti data inflasi konsumen (CPI) AS bulan Juni yang akan dirilis besok. Inflasi diperkirakan naik, dan investor mencermati apakah tarif Trump ikut mendorong harga.
“Jika inflasi tetap stagnan, The Fed akan punya lebih banyak alasan untuk mempertahankan suku bunga, meski ada tekanan dari Trump untuk segera memangkasnya,” tambah Ibrahim.
Baca Juga: Porsi Dolar AS dalam Cadangan Devisa Global Turun Jadi 57,7%
Dari dalam negeri, Bank Indonesia melaporkan posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia per akhir Mei 2025 mencapai US$435,6 miliar, naik US$4,05 miliar dibanding bulan sebelumnya. Namun, jika dikonversi ke rupiah, nilainya justru turun akibat penguatan rupiah pada akhir Mei lalu.
Secara tahunan, ULN tumbuh 6,8 persen, melambat dibandingkan April yang tumbuh 8,2 persen. Perlambatan ini disebabkan kontraksi utang sektor swasta dan perlambatan pertumbuhan utang pemerintah.
Meski demikian, struktur ULN dinilai tetap sehat, dengan rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 30,6 persen dan dominasi utang jangka panjang mencapai 84,6 persen.
Di pasar valas, rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp16.250 per dolar AS, setelah sempat menyentuh Rp16.260. Dibandingkan penutupan sebelumnya di Rp16.215, pelemahan ini mencerminkan tekanan dari penguatan dolar global.
Ibrahim memproyeksikan rupiah akan bergerak fluktuatif dalam perdagangan besok, Selasa (15/7), dengan kisaran Rp16.240 hingga Rp16.290 per dolar AS.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: