Tulus Minta Kenaikkan PBB Secara Ugal-Ugalan di Daerah Harus Dibatalkan, 'Ini Pemerasan!'
Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Pengamat Kebijakan Publik, Tulus Abadi menilai kenaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di sejumlah daerah terjadi secara ugal-ugalan adalah bentuk pemerasan kepada rakyat.
"Ternyata bukan hanya Kabupaten Pati di Jateng, yang menaikkan PBB secara ugal²an (250%), tetapi juga terjadi di daerah lain, baik di Jateng, Jatim, Jabar, bahkan di Telatah Sulawesi. Tragisnya kenaikannya lebih tinggi daripada kenaikan PBB di Kab. Pati. Terbukti kenaikan di Kab. Semarang mencapai 400 persen, di Jombang 450%, bahkan di Cirebon mencapai 1.000 persen. Kenaikan PBB secara ugal²an itu tak ubahnya pemerasan pada masyarakat sebagai pembayar pajak (tax payer)," kata Tulus dalam keterangannya.
Ia mengambahkan meski kenaikan PBB, atau tarif/harga suatu pelayanan publik dan komoditas lainnya, adalah hal yang rasional; namun besarannya harus terukur dan wajar. Keterukuran/kewajaran itu, setidaknya memerhatian aspek daya beli masyarakat dan keandalan pelayanan publik yang diberikan.
Sehingga kenaikan PBB mencapai 250-1000 persen, apa pun alasannya tidak bisa dibenarkan/tidak rasional, baik dari sisi daya beli masyarakat, keandalan pelayanan publik yang diberikan oleh suatu pemda.
"Apalagi jika menakar dari sisi kondisi makro ekonomi yang saat ini sedang lesu darah. Sehingga wajar jika masyarakat sebagai pembayar pajak (tax payer) melakukan penolakan, bahkan protes keras," terangnya.
Oleh sebab itu, sebelum menimbulkan protes/penolakan yang keras dan eskalatif, sebaiknya Pemda yang telah menaikkan PBB secara ugal-ugalan itu, melakukan review kebijakan yang tidak bijak itu.
"Batalkan kenaikan kebijakan tersebut! DPRD masing-masing Pemda juga seharusnya tanggap/responsif dg protes warga atas kenaikan PBB yang tidak rasional itu," tambahnya.
"Selain itu, kita mendesak agar Mendagri melakukan evaluasi kepada masing-masing Pemda yang telah memenaikkan PBB secara tidak rasional dan ugal-ugalan tersebut. Endingnya, agar kenaikan itu dibatalkan oleh Mendagri atau bahkan Presiden Prabowo," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat