- Home
- /
- New Economy
- /
- CSR
Tekan Angka Pernikahan Dini, Askrindo Edukasi Masyarakat Lombok Lewat Program Parenting
Kredit Foto: Ist
Di tengah maraknya praktik pernikahan usia anak di Indonesia, PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) mengambil langkah nyata. Sebagai bagian dari Holding IFG, Askrindo menggelar Sosialisasi Pencegahan Pernikahan Usia Anak di Pojok Literasi mereka di Desa Mertak, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Inisiatif ini merupakan komitmen serius Askrindo untuk melindungi masa depan anak-anak dari konsekuensi jangka panjang di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial.
Acara yang mengangkat isu parenting ini mendapatkan dukungan penuh dari berbagai pihak, termasuk Kementerian BUMN. Subkoordinator Asisten Deputi TJSL Kementerian BUMN, Rugun Hutapea, hadir langsung untuk mengapresiasi konsistensi Askrindo dalam menyongsong "Generasi Emas" Indonesia.
Program ini adalah bagian dari inisiatif Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Askrindo. Direktur Utama Askrindo, M Fankar Umran, menjelaskan bahwa program ini terwujud berkat kolaborasi strategis dengan PAUD Inspirasi Indonesia dan Komnas Perlindungan Anak untuk menekan angka pernikahan dini di Lombok Tengah.
“Aktivitas ini dirancang untuk menjangkau berbagai lapisan Masyarakat, khususnya masyarakat Desa Mertak. Kegiatan ini dibagi dalam beberapa sesi, yakni sesi edukasi bagi anak, lalu sesi pembekalan parenting bagi orang tua dan guru PAUD dan juga sesi dialog dengan Komnas Perlindungan anak. Sesi ini sangat perlu dilakukan, untuk menanamkan pemahaman tentang pentingnya pendidikan dan bahaya pernikahan usia anak, sehingga mereka termotivasi melanjutkan sekolah serta mampu menolak tekanan lingkungan yang mengarah pada pernikahan dini,” ujar Fankar.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2025, Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan provinsi dengan proporsi perempuan berstatus kawin atau hidup bersama sebelum usia 18 tahun tertinggi, yaitu sebesar 14,96%. Angka ini menunjukkan persentase perempuan usia 20-24 tahun yang telah menikah sebelum usia 18 tahun di provinsi tersebut, menurut data BPS.
Fankar menambahkan, dampak dari pernikahan usia anak sangat terlihat jelas di beberapa aspek. “Anak yang menikah terlalu muda cenderung putus sekolah dan tidak memiliki kesempatan mengeyam pendidikan. Selain itu di sisi kesehatan juga meningkatkan risiko komplikasi kehamilan dan rentan kesehatan mental akibat tekanan psikologis. Selain itu, pernikahan usia anak memperbesar peluang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dan eksploitasi serta lingkaran kemiskinan yang semakin sulit terputus,” Jelas Fankar.
Baca Juga: Askrindo Syariah dan KB Bank Syariah Perbarui Kerja Sama, Tekan Potensi Default
Kegiatan Parenting dan Edukasi Pencegahan Pernikahan Usia Anak merupakan sebuah upaya yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai bahaya praktik pernikahan dini.
Hal ini selaras dengan komitmen global dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs), yakni TPB No.3 (Kehidupan Sehat dan Sejahtera), TPB No. 4 (Pendidikan Berkualitas), TPB No. 5 (Kesetaraan Gender), serta TPB No. 16 (Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh).
Dengan kolaborasi lintas sektor dan keterlibatan aktif berbagai pihak, program ini diharapkan mampu membangun kesadaran kolektif serta memperkuat kapasitas masyarakat dalam mencegah praktik pernikahan usia anak secara berkelanjutan khususnya di wilayah Lombok Tengah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: