Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
PT Pertamina (Persero) mencatatkan capaian signifikan dalam program dekarbonisasi pada semester I 2025, dengan pengurangan emisi lebih dari satu juta ton CO₂ equivalen. Pakar ekonomi dan lingkungan IPB University, Profesor Eka Intan Kumala Putri, menilai langkah ini bisa menempatkan BUMN energi tersebut sebagai trendsetter dalam transisi energi di Indonesia.
“Sebagai trendsetter, sehingga industri-industri lain mengikuti langkah Pertamina. Orang akan melihat bahwa sebagai perusahaan besar, Pertamina mampu mereduksi karbon dalam jumlah besar, supaya hasilnya kelihatan,” kata Eka kepada media, Senin (16/9).
Realisasi dekarbonisasi ini merupakan bagian dari upaya Pertamina mendukung transisi energi dan target Net Zero Emission 2060. Menurut Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, pencapaian ini mendekati sebagian besar dari target tahunan perusahaan. “Rata-rata pencapaian berada jauh di atas realisasi tahun lalu. Tren positif ini memperkuat langkah Pertamina sebagai lokomotif transisi energi nasional,” ujarnya.
Baca Juga: Pertamina Tingkatkan Kapasitas PLTS di Karawang, Petani Jamur Merang Rasakan Manfaat
Profesor Eka menekankan pentingnya keberlanjutan program ini secara menyeluruh dan terintegrasi. Ia berharap Pertamina terus mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT), termasuk panas bumi, biofuel, bioethanol, dan konversi minyak jelantah menjadi bioavtur. Selain itu, perusahaan diharapkan mampu mengkonversi penggunaan energi fosil, seperti batubara, menjadi lebih ramah lingkungan.
“Makanya kalau Pertamina memiliki target rendah karbon dan itu tercapai, tentu bagus dan kita apresiasi. Meski tentu saja harus terus dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi. Karena mau tidak mau, semua industri mengarah pada proses industri rendah karbon,” tambah Eka.
Dari perspektif ekonomi, pengurangan emisi karbon ini juga memiliki keuntungan jangka panjang. Menurut Eka, perusahaan yang menerapkan proses produksi bersih mendapatkan insentif intangible, seperti peningkatan reputasi dan daya saing di pasar global. “Dunia sekarang sangat ketat dengan environmentally friendly. Semua harus memiliki sertifikat, produksi bersih, clean and clear, dan seterusnya,” jelasnya.
Baca Juga: Lewat Green Hydrogen Ulubelu, Pertamina Lakukan Investasi Energi Bersih Sekaligus Serap Tenaga Kerja
Meski investasi teknologi dekarbonisasi dapat menekan profit dalam jangka pendek, Eka menekankan manfaat jangka panjang bagi perusahaan. “Sustainability itu ditentukan produksi yang rendah karbon. Mereduksi rendah karbon butuh biaya, teknologi. Biaya ini akan mengurangi profit tapi itu kan jangka pendek. Untuk jangka panjang, akan menjadi benefit bagi perusahaan,” ucapnya.
Pencapaian lebih dari satu juta ton CO₂ equivalen pada semester pertama, Pertamina menunjukkan langkah nyata dalam mengurangi jejak karbon sekaligus memperkuat posisi sebagai pelopor transisi energi nasional. Keberhasilan ini diharapkan menjadi contoh bagi industri lain untuk mengikuti praktik rendah karbon di Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: