Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Cerita Perjalanan Lince Nomiters; Dari Ujung Barat ke Ujung Timur

        Cerita Perjalanan Lince Nomiters; Dari Ujung Barat ke Ujung Timur Kredit Foto: Abdul Aziz
        Warta Ekonomi, Aceh Selatan -

        Gadis Kampung Buasum, Jayapura ini sempat khawatir datang ke Aceh Selatan.  Masyarakat yang sangat toleran membuat dia berasa nyaman. 

        Langit bumi Tapak Tuan ibukota Kabupaten Aceh Selatan Provinsi Aceh nampak cerah pada Kamis pekan lalu. Secerah hati seorang gadis yang nampak berjalan pulang dari kampusnya di Politeknik Aceh Selatan (Poltas). Kampus ini berada persis di dekat teluk Tapak Tuan. 

        Namanya Lince Nomiters, mahasiswi penerima beasiswa sawit yang datang jauh dari Tanah Papua. Di Tapak Tuan, dia tinggal di kos-an di kawasan Gampong Pasar, tak jauh dari kampus itu.  

        Di Poltas, Lince bukan mahasiswa reguler, tapi satu dari 30 orang mahasiswa penerima beasiswa program Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) angkatan 2024. Hanya dia yang berasal dari Jayapura, bahkan Tanah Papua.

        Bermula Dari Telepon Mama

        Bermula dari telepon mamanya, menawarkan Lince untuk ikut seleksi beasiswa sawit. Kebetulan keluarganya memang memiliki kebun sawit di kampung Buasum, Distrik Unurum Guay, Kabupaten Jayapura Provinsi Papua. Sawit itu dikelola sejak Lince masih kecil.

        "Waktu itu mama bilang, mau nggak ikut beasiswa sawit? Kuliahnya di luar Papua,” kenang Lince. Tanpa ragu ia menyanggupi. Persyaratan pun segera diurus hingga akhirnya ia dinyatakan lulus di Poltas. Sebetulnya kampus pilihan pertama Lince adalah Politeknik Kampar di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.  Tapi itu tadi lah, nasib berkata lain, dia harus ke Tapak Tuan.

        Dari Broadcast ke Dunia Sawit

        Perjalanan Lince bisa dibilang cukup unik. Ia adalah lulusan SMK Negeri 5 Seni dan Industri Kreatif Jayapura jurusan Broadcasting. Tidak ada prestasi gemilang yang ia torehkan selama di SMK. Namun justru di luar dugaan, jalannya terbuka lebar ke dunia perkebunan kelapa sawit.

        Meski berbeda jurusan, Lince tidak gentar. Baginya, beasiswa sawit adalah jalan untuk masa depan yang lebih baik.

        Pertama Kali Naik Pesawat

        Perjalanan ke Aceh menjadi pengalaman baru baginya. Bayangkan, gadis yang belum pernah sekalipun naik pesawat ini harus menempuh perjalanan panjang dari Papua hingga ke Banda Aceh.

        “Waktu itu saya sampai tanya-tanya sama satpam bandara, ini kalau ke sini ke mana ya?” ceritanya sambil tertawa. Ia menumpang Lion Air dari Jayapura ke Jakarta, lalu Batik Air menuju Banda Aceh.

        Di Banda Aceh, Lince sudah ditunggui oleh Direktur Poltas, Nuzuli Fitriani. Cara Poltas untuk bertanggungjawab terhadap sampainya para mahasiswa beasiswa sawit ke kampus. Dari sana, perjalanan panjang menyusuri pesisir barat Aceh pun berlangsung. “Capek juga. Sehari penuh di perjalanan,” katanya.

        Rindu yang Selalu Menyapa

        Tinggal di tanah rantau membuat Lince sering dilanda rindu. Di Jayapura, meski tinggal bersama pamannya, ia masih bisa sering bertemu mama. Tapi sekarang telah jauh berbeda, mereka terpisahkan jarak ribuan kilometer. Dari ujung timur ke ujung barat.

        Kalau rindu menyapa, biasanya ia memilih video call. Obrolan sederhana, sekadar menanyakan kabar atau apakah sudah makan, sudah cukup membuat hatinya lebih tenang. “Kadang setiap malam VC sama mama, kadang hari ini atau besok. Tergantung rindu,” ujarnya.

        Libur semester, Lince tidak pulang kampung, tapi pergi ke kawasan Keritang Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Ke rumah sahabatnya, Husnul Khotimah yang kebetulan satu kamar kos-an dengannya. Di rumah Husnul, ia merasakan hangatnya sambutan keluarga.

        Rasa Nyaman di Lingkungan Masyarakat Toleran

        Di Aceh Selatan, Lince menemukan banyak hal baru. Ia yang awalnya sempat khawatir soal perbedaan agama, ternyata merasakan keramahan dan toleransi dari masyarakat sekitar.

        “Awalnya syok juga, dengar Aceh kan dari ujung ke ujung. Tapi ternyata masyarakat di sini baik-baik dan sangat toleran,” ungkapnya.

        Kini ia sudah terbiasa hidup mandiri. Tinggal di kos, memasak sendiri, dan mengatur keuangan seadanya. Latar belakang keluarganya yang sederhana membuatnya terbiasa hidup cukup dengan apa yang ada.

        Keluarganya hanya memiliki kebun sawit seluas empat hektar di kampung. Hasilnya pas-pasan, namun tetap cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

        Prestasi Akademik yang Membanggakan

        Meski jauh dari rumah dan harus berjuang melawan rindu, Lince menunjukkan prestasi akademik yang membanggakan. Di semester pertama, ia berhasil meraih IPK 3,55, dan meningkat menjadi 3,63 di semester kedua. “Ya berharap semester ini lebih baik lagi,” katanya penuh semangat.

        Setelah lulus nanti, Lince sudah punya rencana. Ia ingin bekerja di industri sawit, terutama di pabrik. Harapannya, bisa kembali ke kampung halaman dan mengabdikan diri di perusahaan sawit di Papua.

        “Kalau bisa sih di kampung sendiri. Tapi kalau nggak, ya kerja di pabrik lain juga nggak apa-apa, biar nambah pengalaman,” ujarnya.

        Sebagai satu dari sedikit mahasiswa Papua yang berhasil meraih beasiswa sawit, Lince merasa sangat beruntung. Ia pun berpesan kepada adik-adik di kampungnya agar rajin belajar supaya bisa mendapat kesempatan yang sama.

        “Beasiswa ini sangat membantu. Dari uang transportasi, uang jajan, semua ditanggung. Jadi kita tinggal kuliah saja,” ucapnya.

        Perjalanan Lince Nomiters adalah bukti bahwa mimpi bisa terwujud dengan keberanian. Dari Jayapura hingga Tapak Tuan, ia menempuh jalan panjang demi pendidikan. Rindu, keterbatasan, bahkan perbedaan budaya tak menjadi halangan.

        Kini, ia melangkah pasti menatap masa depan. Seorang gadis Papua yang memilih berani merantau demi ilmu, dengan satu tujuan: menggapai cita-cita lewat sawit.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Abdul Aziz
        Editor: Abdul Aziz

        Bagikan Artikel: