Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Mengenal IKPA, Sang Pengawal APBN

        Mengenal IKPA, Sang Pengawal APBN Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Medan -

        Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau yang sering disebut APBN, APBN bisa disebut sebagai “buku keuangan tahunan” negara yang disetujui DPR untuk mencatat semua penerimaan dan pengeluaran dalam setahun.

        “Buku keuangan tahunan” ini menjadi dasar bagi pemerintah untuk melaksanakan fungsi dan menjalankan program strategis bagi berjalannya negara ini. Dalam pelaksanaannya, APBN sendiri merupakan instrumen untuk menjamin bahwa seluruh pendapatan dan belanja negara dapat diawasi penggunaan dan pertanggungjawabannya. 

        Di tahun 2025, Pemerintah telah menyetujui segmen Pendapatan Negara dengan nilai Rp3.005,1 Triliun dan Belanja Negara dengan nilai Rp3.621,3 Triliun dalam upaya mempercepat perubahan ekonomi dan pembangunan prioritas nasional. 

        Baca Juga: Pengaruh Belanja Pemerintah dan Kebijakan Efisiensi APBN Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Karo

        Angka ini tentunya merupakan angka yang besar, sama besarnya dengan fungsi yang diembankan serta manfaat yang diperoleh apabila APBN tersebut dijalankan dengan efektif dan dipertanggungjawabkan dengan transparan.

        APBN mengemban tiga fungsi pokok: alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Fungsi alokasi mendorong pendanaan program produktif seperti infrastruktur dan pendidikan, fungsi distribusi berfokus pada pemerataan melalui subsidi dan bantuan sosial, sedangkan fungsi stabilisasi menjaga keseimbangan ekonomi nasional lewat kebijakan seperti stimulus dan bantuan tunai. 

        Dengan fungsi yang sangat strategis, muncul tantangan untuk menjaga kualitas pelaksanaan APBN, yakni harus tepat waktu, tepat sasaran dan tepat guna. Melihat betapa pentingnya APBN, dibutuhkan sebuah alat untuk memastikan bahwa APBN telah dilaksanakan dengan optimal dan akuntabel.

        Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran atau yang sering disebut sebagai IKPA adalah alat ukur yang digunakan oleh Kementerian keuangan untuk menilai seberapa baik kualitas pelaksanaan anggaran belanja negara oleh setiap satuan kerja (satker).

        Dalam hal ini, IKPA digunakan untuk memastikan bahwa tidak hanya terserap, anggaran juga digunakan dengan efektif, efesien, tepat waktu, dan akuntabel. Dengan demikian, IKPA hadir sebagai penjaga mutu APBN agar belanja negara benar benar memberikan manfaat bagi masyarakat.

        IKPA hadir sebagai amanat dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 195/PMK.05/2018 Tentang Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga. 

        Didalam Peraturan ini, disebutkan bahwa Kementerian Lembaga wajib untuk memonitor dan mengevaluasi anggarannnya. Berdasarkan peraturan tersebut, disusunlah peraturan yang mengatur terkait teknis perhitungan IKPA yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-5/PB/2024 tentang Petunjuk Teknis Penilaian IKPA Belanja K/L.

        IKPA memiliki tiga aspek utama, yakni Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, dan Pertanggungjawaban Anggaran. Dari tiga aspek tersebut, dikembangkan tujuh komponen perhitungan IKPA. Pada Asepk Kualitas Perencanaan Anggaran, terdapat dua komponen penilaian yaitu Revisi DIPA dan Deviasi Halaman III DIPA. Revisi

        DIPA merupakan indikator yang mengukur seberapa sering satuan kerja melakukan perubahan/revisi terhadap Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang sudah ditetapkan. 

        Indikator ini tentunya menghitung seberapa matang kualitas perencanaan awal anggaran. Di sisi lain, Deviasi Halaman III DIPA mengukur kesesuaian antara rencana penarikan dana dan realisasi anggaran secara periodik, untuk menilai akurasi perencanaan penyerapan anggaran satuan kerja setiap bulan maupun triwulan.

        Pada Aspek Kualitas Pelaksanaan Anggaran, terdapat beberapa komponen, diantaranya Indikator penyerapan Anggaran yang mengukur ketepatan waktu dan pemerataan realisasi sepanjang tahun anggaran, Indikator Belanja Kontraktual yang mengukur ketepatan waktu dalam menyampaikan dan merealisasikan kontrak

        pengadaan barang/jasa pemerintah, Indikator Penyelesaian Tagihan yang mengukur kecepatan dan ketepatan pengajuan tagihan belanja ke KPPN, serta Indikator Pengelolaan UP dan TUP untuk mengukur kepatuhan dan ketepatan waktu pengelolaan Uang Persediaan (UP) dan Tambahan Uang Persediaan(TUP).

        Terakhir, pada Aspek Kualitas Hasil Pelaksanaan Anggaran, terdapat satu Indikator, yaitu Indikator Capaian Output. Indikator Capaian Output digunakan untuk mengukur tingkat ketercapaian kinerja (output) dari program/kegiatan dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan dalam DIPA. 

        Tujuan dari Indikator ini adalah untuk memastikan bahwa anggaran yang dibelanjakan benar-benar menghasilkan output nyata sesuai sasaran, bukan sekadar terserap. Dari Indikator ini, dinilai bagaimana anggaran digunakan secara efektif, bagaimana belanja negara mewujudkan manfaat yang direncanakan.

        Ketiga aspek penilaian pada IKPA yang dituangkan dalam tujuh komponen tersebut, dinilai secara periodik, baik bulanan, triwulanan maupun tahunan dalam bentuk skor dan nilai, dan menjadi dasar bagi satuan kerja dan kementerian lembaga untuk mengevaluasi kinerja anggaran pada tahun anggaran berjalan serta memperbaiki tata kelola anggaran di tahun anggaran berikutnya.

        Baca Juga: APBN 2026 Targetkan 4 Juta Lapangan Kerja Baru

        Dari sisi implementasi, IKPA sendiri masih menghadapi sejumlah tantangan di lapangan. Keterbatasan kapasitas SDM pengelola anggaran seringkali membuat proses pelaksanaan tidak optimal. Tantangan lain adalah munculnya kecenderungan sebagian satuan kerja hanya berfokus mengejar nilai IKPA, tanpa benar-benar menjadikan instrumen ini sebagai sarana peningkatan kualitas belanja.

        Untuk menjawab tantangan tersebut, diperlukan langkah strategis berupa peningkatan kapasitas SDM, sehingga para pejabat perbendaharaan dan pengelola keuangan negara memiliki kompetensi yang memadai. Digitalisasi tata kelola anggaran juga penting untuk memperkuat akurasi data dan efektivitas monitoring. 

        Lebih dari itu, IKPA harus diposisikan sebagai alat pembelajaran dan evaluasi berkelanjutan, bukan sekadar instrumen pengendali atau formalitas penilaian. Dengan demikian, IKPA benar- benar berfungsi sebagai penjaga mutu APBN, sehingga kualitas belanja negara meningkat, pembangunan lebih tepat sasaran, dan manfaatnya langsung dirasakan oleh masyarakat.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Amry Nur Hidayat

        Bagikan Artikel: