Sudah 2,96 Juta Konten Negatif Diblokir, Tapi Pertahanan RI Rentan
Kredit Foto: Uswah Hasanah
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mencatat telah memblokir 2.960.799 situs dan konten bermuatan negatif sepanjang Oktober 2024 hingga awal Oktober 2025. Namun, di tengah capaian besar itu, pemerintah mengakui pertahanan siber nasional masih tertinggal jauh dibanding laju serangan digital berbasis kecerdasan buatan (AI).
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, menyampaikan, dari total konten yang diblokir, sekitar 2,6 juta merupakan situs web, sedangkan 352 ribu lainnya berasal dari platform media sosial.
“Kategori pelanggaran tertinggi masih didominasi oleh perjudian online dan pornografi, termasuk pornografi anak,” ujar Alexander dalam paparannya di Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Baca Juga: 86 Ribu Rekening dan Dompet Digital Terindikasi Terlibat Penipuan Online
Angka tersebut menunjukkan bahwa ruang digital Indonesia masih menjadi sasaran empuk bagi aktivitas ilegal seperti kejahatan siber, scam, hingga distribusi konten terlarang.
Meski masif dalam penindakan, Alexander menyoroti ketimpangan yang mengkhawatirkan antara kemampuan serangan dan pertahanan siber.
“Kalau dalam konteks penggunaan AI untuk cyber attack, dunia sudah berada di level 5.0, sementara kemampuan pertahanan kita baru 0.5,” katanya.
Baca Juga: Kejahatan Digital Rugikan Ekonomi Global Rp16.000 Triliun Sepanjang 2024
Perbedaan yang setara sepuluh kali lipat itu menggambarkan lemahnya kesiapan sistem keamanan siber nasional dalam menghadapi ancaman modern. Pelaku kejahatan kini dapat memanfaatkan AI untuk memanipulasi wajah, suara, dan data pribadi secara realistis, menciptakan modus penipuan baru yang sulit dikenali.
“Pemerintah selama ini selalu to stay behind dalam mengikuti perkembangan teknologi. Sekarang bahkan bisa dibilang tertinggal sangat jauh,” ungkapnya.
Menurut Alexander, situasi tersebut menuntut perubahan pendekatan pengawasan digital, bukan hanya bersifat reaktif terhadap serangan, tetapi juga preventif untuk mencegah eskalasi kejahatan digital sejak dini.
Menjawab tantangan itu, Komdigi kini memperluas langkah kolaboratif. Pemerintah menggandeng sektor swasta, lembaga hukum, dan masyarakat untuk memperkuat sinergi pengamanan ruang digital.
“Kita tidak mungkin bekerja sendirian. Tantangan digital ini lintas sektor dan lintas negara. Karena itu, sinergi dan literasi masyarakat jadi benteng utama,” tegas Alexander.
Sebagai bagian dari penguatan partisipasi publik, Komdigi memperluas akses pelaporan melalui kanal seperti aduankonten.id, cekrekening.id, dan aduannomor.id. Melalui platform tersebut, masyarakat dapat melaporkan situs, rekening, atau nomor telepon yang diduga digunakan dalam aktivitas penipuan daring.
Selain itu, Komdigi sedang menyiapkan revisi terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik guna memperkuat dasar hukum penegakan di ruang digital.
“Kami berkomitmen menjadikan pengawasan digital tidak hanya berorientasi pada penindakan, tapi juga pada perlindungan dan pemberdayaan publik,” tambahnya.
Alexander menegaskan bahwa menjaga ruang digital agar tetap aman dan sehat merupakan tanggung jawab bersama. Ia berharap peningkatan kemampuan teknis, regulasi, dan kesadaran publik dapat menutup kesenjangan yang selama ini membatasi efektivitas pertahanan siber nasional.
“Mari kita bersama menjaga ruang digital agar tetap aman, sehat, dan menumbuhkan iklim investasi yang baik bagi kemajuan bangsa,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri