Kredit Foto: Dok. Kemen PPPA
Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan, mengungkapkan perempuan dan anak, terutama yang tinggal di daerah terpencil, merupakan kelompok paling rentan terhadap dampak negatif perubahan iklim.
Sehingga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendorong percepatan pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim (RAN GPI) melalui kolaborasi lintas Kementerian/Lembaga dan masyarakat sipil.
Ini disampaikan Menteri PPPA dalam Seminar Nasional Percepatan Pelaksanaan RAN GPI yang digelar di Jakarta, beberapa waktu lalu.
"Mereka memikul tanggung jawab yang tidak seimbang dalam menjamin ketersediaan pangan, air, energi, serta sumber daya penting lainnya, di samping peran pengasuhan terhadap anak-anak dan lansia di keluarga mereka," imbuhnya, dikutip dari siaran pers Kemen PPPA, Senin (27/10).
Wamen PPPA menegaskan pentingnya mengintegrasikan perspektif gender dalam setiap program dan kebijakan pembangunan melalui pengarusutamaan gender tingkat di Kementerian/Lembaga yang dituangkan dalam RAN GPI, terutama yang berkaitan dengan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
“Persepsi yang sama atas kenyataan ini perlu terinternalisasi di seluruh Kementerian/Lembaga, agar dalam setiap penyusunan kebijakan dan program dapat memperkuat ketahanan ekologi dan ketahanan gender terhadap dampak bencana dan perubahan iklim. Kita perlu melakukan upaya bersama dan kolaboratif untuk mempermudah akses, dukungan, serta sumber daya yang dapat membantu perempuan dan anak. Saya mau kita semua punya hati yang sama untuk bergerak,” jelas Wamen PPPA.
Kegiatan Seminar Nasional Percepatan Pelaksanaan RAN GPI yang dilaksanakan Deputi Kesetaraan Gender Kemen PPPA ini menjadi momentum penting untuk menegaskan kembali komitmen bersama dalam mempercepat pelaksanaan RAN GPI melalui kerja sama, kolaborasi, dan sinergi seluruh pemangku kepentingan, dan mengambil langkah-langkah percepatan yang perlu dilakukan.
“Langkah percepatan yang disepakati hari ini yaitu integrasi materi RAN GPI ke dalam rencana kerja dan anggaran setiap Kementerian/Lembaga (RKA-K/L) melalui Gender Action Budget (GAB) di tingkat rincian output (RO), yang mulai disusun pada periode 2025–2026 untuk pelaksanaan tahun 2027, dan pembentukan Tim Nasional Percepatan Pelaksanaan RAN GPI, sebagai bentuk penguatan kolaborasi dan sinergi antar pemangku kepentingan,” pungkas Wamen PPPA.
Mewakili Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Direktur Mobilisasi Sumber Daya Pengendalian Perubahan Iklim (MSDPPI), Franky Zamzani yang hadir mengikuti seminar menyampaikan komitmen pihaknya dalam mendukung pelaksanaan RAN GPI bersama seluruh Kementerian/Lembaga terkait.
“Sejalan dengan yang disampaikan Bu Wamen PPPA, bahwa isu gender ini memang perlu di-mainstreaming-kan. Kami mendukung Kemen PPPA bersama semua K/L dalam pelaksanaan RAN GPI, yang paling penting adalah implementasinya. Tentu dengan kolaborasi seluruh K/L dan juga masyarakat. Kami mendukung RAN GPI terutama dari substansi institusi kami yang terkait langsung dengan isu perubahan iklim,” ujar Franky.
Hal yang sama juga disampaikan Deputi Bidang Pangan, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Leonardo Adypurnama Alias Teguh Sambodo yang hadir dan turut menandatangani komitmen percepatan RAN GPI. Teguh menyampaikan Kementerian PPN/Bappenas siap mengimplementasikan poin-poin yang disepakati untuk percepatan pengarusutamaan gender dalam isu perubahan iklim.
Kemen PPPA berkomitmen memastikan pelaksanaan RAN GPI berjalan secara berkelanjutan melalui sinergi dan kolaborasi lintas sektor. RAN GPI merupakan wujud komitmen Indonesia dalam mengimplementasikan strategi Pengarusutamaan Gender (PUG) pada pembangunan nasional, guna mendorong peningkatan akses dan partisipasi penuh, bermakna, serta setara bagi perempuan dalam aksi iklim.
RAN GPI memuat tujuh sektor strategis yang menjadi fokus utama pelaksanaan, yaitu:
1. Ketahanan pangan, pertanian berkelanjutan, air, dan irigasi;
2. Tutupan hutan dan lahan, pencegahan deforestasi dan degradasi hutan, penghutanan kembali, perbaikan lahan kritis, pengelolaan air gambut, serta restorasi lahan gambut;
3. Energi baru terbarukan, efisiensi energi, dan konservasi energi untuk rumah tangga dan usaha, pengelolaan limbah dan sampah, serta kesehatan lingkungan;
4. Industri dan ekonomi hijau, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), serta inovasi;
5. Ketahanan terhadap bencana dan dukungan untuk perbaikan kerusakan dan kehilangan;
6. Ketahanan sosial, budaya, kesehatan, perlindungan sosial, dan perlindungan hak anak; dan
7. Kelautan, pesisir, dan ekonomi biru.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya