Dari Emisi ke Elektrifikasi: Jalan Panjang Indonesia Menuju Transportasi Hijau
Kredit Foto: Istimewa
Rocky Mountain Institute (RMI) mencatat Indonesia berpeluang menghemat lebih dari 100 miliar liter bensin dan menghindari 170 juta ton emisi karbon pada 2040 melalui percepatan adopsi kendaraan listrik electric vehicle (EV).
Hal tersebut terungkap dalam laporan RMI bertajuk “Transforming Indonesia’s Transportation: Accelerating EV Adoption for Two- and Four-Wheelers”. Laporan itu menunjukkan, dengan skenario adopsi tinggi, Indonesia berpotensi mencapai penetrasi kendaraan listrik roda dua hingga 100% dan roda empat 75% pada 2040.
Principal RMI, Wini Rizkiningayu, mengatakan jika hal tersebut dapat terealisasi, selain penghematan bensin dan pengurangan emisi karbon, transisi menuju kendaraan listrik juga dapat menciptakan sekitar 500 ribu lapangan kerja baru seiring terbentuknya rantai pasok di dalam negeri.
Baca Juga: EV SUV Pertama di Indonesia! Ini Dia Jaecoo J5, SUV Praktis dan Dapat Diandalkan
Indonesia telah menargetkan elektrifikasi kendaraan roda dua sebanyak 13 juta unit dan roda empat sebanyak 2 juta unit pada 2040. Meski realisasi hingga September 2025 masih rendah tercatat 16.586 motor listrik dan 55.225 mobil listrik Indonesia dinilai memiliki modal kuat untuk mencapai target tersebut. Potensi itu ditopang oleh kebijakan yang mendukung EV, cadangan nikel melimpah, serta proyek uji coba yang terus tumbuh.
“Pertanyaannya bukanlah apakah Indonesia akan mengelektrifikasi sektor transportasinya, tapi seberapa cepat ini terjadi. Langkah yang diambil Indonesia saat ini, baik oleh pemerintah maupun swasta, akan memastikan seberapa cepat Indonesia merasakan manfaat elektrifikasi transportasi dan apakah Indonesia dapat menjadi pemimpin transisi energi global,” ujar Wini dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (12/11/2025).
Laporan tersebut menyoroti urgensi transisi cepat ke kendaraan listrik untuk melindungi perekonomian dan kesehatan masyarakat. Di Jakarta, sektor transportasi menyumbang sekitar 143 ribu ton polusi udara per tahun yang menyebabkan lebih dari 10 ribu kematian dini, 5 ribu kasus rawat inap, serta kerugian ekonomi hampir Rp49 triliun setiap tahun.
Selain itu, konsumsi bensin untuk transportasi meningkat lebih dari 30% dalam satu dekade terakhir, mencapai 670 ribu barel per hari. Lonjakan ini membebani anggaran negara akibat subsidi dan impor bahan bakar.
Baca Juga: Ini Tampilan SUV EV yang Akan Diluncurkan Hyundai
RMI merekomendasikan empat prioritas utama percepatan adopsi kendaraan listrik, yaitu kebijakan, keuangan, teknologi, serta keterlibatan masyarakat dan pelaku usaha. Dalam jangka pendek, pemerintah diminta memperkuat insentif untuk menekan biaya kendaraan listrik dan menarik investasi, terutama untuk kendaraan komersial seperti ojek dan layanan pengiriman.
Pemerintah juga disarankan menyediakan pembiayaan bunga rendah, memperpanjang insentif fiskal, dan bekerja sama dengan perusahaan dalam menentukan model kendaraan serta memperluas infrastruktur pengisian daya.
Dalam jangka menengah dan panjang, pemerintah perlu memperkenalkan mandat elektrifikasi kendaraan bermotor, mengembangkan pasar kendaraan listrik bekas, memperkuat blended finance dengan lembaga keuangan swasta, serta mempercepat pembangunan stasiun pengisian melalui skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).
Kampanye nasional untuk meningkatkan kesadaran konsumen juga dinilai penting. RMI mencatat, biaya kepemilikan total (total cost of ownership/TCO) kendaraan listrik roda dua saat ini sudah 34% lebih rendah dibanding kendaraan berbahan bakar minyak (BBM), dan diperkirakan menjadi 60% lebih murah pada 2040. Untuk roda empat, TCO diproyeksikan 20% lebih rendah dibanding kendaraan BBM di tahun yang sama.
Baca Juga: PLN Resmikan 2 SPKLU Center Pertama di Jakarta, Cek Kelebihannya!
“Untuk merealisasikan transisi ke EV di Indonesia, kita perlu memastikan ketersediaan EV dengan harga terjangkau, menyediakan infrastruktur yang baik, dan kendaraan yang berkualitas. Ini akan berdampak positif pada kualitas udara, mengurangi emisi karbon, dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat luas,” tutur Rachmat Kaimuddin, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kementerian Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Djati Waluyo