Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Terungkap: Ini Sebab Krakatau Steel Tak Lagi Bisa Ngutang ke Perbankan

        Terungkap: Ini Sebab Krakatau Steel Tak Lagi Bisa Ngutang ke Perbankan Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Managing Director Non-Finansial Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), Febriany Eddy, mengungkap alasan utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KS) kini tidak lagi bisa mengakses pinjaman perbankan. Menurutnya, kondisi tersebut terjadi karena perusahaan telah kehilangan creditworthiness akibat beban utang besar yang tidak ditopang pendapatan memadai.

        “Akhirnya kan dia tidak ada creditworthiness lagi. Jadi dia nggak bisa minjem uang lagi layaknya perusahaan-perusahaan lain,” ujarnya dalam Media Briefing di Jakarta, Jumat (14/11/2026).

        Investasi Furnace yang Gagal Jadi Titik Awal Keruntuhan

        Febriany menjelaskan, persoalan bermula dari investasi besar KS untuk membangun glass furnace. Secara konsep, langkah itu sebenarnya tepat karena KS berada di midstream dan ingin memperkuat suplai dari sisi upstream agar lebih efisien dan berkelanjutan.

        Baca Juga: Danantara Kaji Suntikan Modal untuk Pulihkan Krakatau Steel

        “KS ini, dia ada investasi besar sebelumnya untuk bikin glass furnace… Itu dasar pemikirannya menurut saya pas. Cuma memang eksekusinya pada saat itu yang kurang baik,” katanya.

        Ketika proyek itu rampung dan diuji, pabrik justru merugi saat dinyalakan, sehingga harus ditutup kembali. “Sehingga proyek itu selesai, malah ketika dinyalakan pabriknya malah rugi. Sehingga mau enggak mau ditutup lagi,” ujarnya.

        Keputusan itu menyisakan utang luar biasa besar di neraca KS. Sementara proyeknya sendiri tidak menghasilkan pendapatan apa pun untuk mengimbangi kewajiban tersebut.

        Teknologi Tertinggal, Overrun, dan Tidak Kompetitif

        Menurut Febriany, kerugian muncul karena berbagai faktor teknis dan manajerial.

        “Kalau dinyalakan rugi tuh dulu gini, mungkin teknologinya, kemudian desainnya yang kurang efektif, efisien, kemudian proyeknya sendiri juga overrun, overschedule. Kemudian ya ketika jadi teknologi orang lain mungkin udah lebih mature. Jadi akhirnya kalau dinyalakan dia tidak bisa berkompetisi.”

        Baca Juga: Danantara Ungkap Duri Krakatau Steel, Febri : 'Bisa Kita Tolong'

        Ia menegaskan, industri baja memang sangat ketat dan menuntut efisiensi tertinggi.

        “Baja ini juga bukan industri yang gampang… Operational excellence, efficiency, safety itu udah must be given. Nah ini sedikit aja kita lengah udah kalah kompetisinya.”

        Beban utang besar dan bunga tinggi memperburuk posisi keuangan perusahaan.

        HSM Kebakaran, Biaya Tetap Menggunung

        Masalah semakin berat ketika dalam dua tahun terakhir sebelum 2025, **pabrik Hot Strip Mill (HSM)** milik KS mengalami kebakaran dan harus shutdown. Hal ini membuat perusahaan kehilangan produksi, sementara biaya tetap terus berjalan.

        Baca Juga: Dulu Rugi, Krakatau Steel (KRAS) Kini Cetak Laba USD22,17 Juta per September 2025

        “Kalau udah kebakaran dia harus shutdown, tidak beroperasi. Bisa dibayang nggak fixed cost-nya bagaimana? Jadi itu bergulung terus,” katanya.

        Tak Punya Modal Kerja, Beli Bahan Baku Berbunga 20%

        Dengan hilangnya creditworthiness, KS tidak bisa memperoleh modal kerja dari bank. Perusahaan terpaksa membeli bahan baku melalui skema pembiayaan perdagangan dengan tingkat bunga sangat tinggi.

        “Ketika dia nggak punya creditworthiness kan nggak bisa pinjem uang secara normal. Akhirnya dia beli bahan bakunya dengan bunga yang tinggi… Bayangkan aja di US dollar itu bisa sampai 20-an persen,” ujar Febriany.

        Saat ini, KS hanya mampu beroperasi sekitar sepertiga dari kapasitas normal karena keterbatasan tersebut.

        Masih Layak Diselamatkan

        Meski kondisi keuangan KS dinilai “tidak baik”, BPI Danantara tetap melihat industri baja nasional memiliki prospek. Menurut Febriany, permintaan baja Indonesia masih bertumbuh, konsumsi baja per kapita masih rendah, dan secara fundamental industri ini tetap strategis.

        Baca Juga: Pimpin Transformasi Krakatau Steel, Akbar Djohan Raih Penghargaan HIPMI 2025

        “Kita harus lihat baja tidak bisa hari ini. You're investing for tomorrow, bukan untuk hari ini,” ujarnya.

        BPI kini berada pada tahap final untuk memberi dukungan modal kerja kepada KS agar perusahaan dapat menjalankan operasi intinya kembali.

        “Kalau dia balik ke normal lagi, apakah dia masih bisa bersaing dengan pemain lainnya? Ternyata dari hitungan kita, bisa. Tapi itu akan mengharuskan manajemen KS untuk banyak-banyak disiplin,” kata Febriany.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
        Editor: Djati Waluyo

        Bagikan Artikel: