Kredit Foto: Antara/Galih Pradipta
Mayoritas Bursa Asia menguat pada perdagangan di Rabu (26/11). Ekonomi Amerika Serikat (AS) menunjukkan pelemahan, hal itu memperkuat ekspektasi bahwa suku bunga akan kembali dipangkas oleh Federal Reserve (The Fed).
Dilansir Kamis (27/11), berikut ini adalah catatan pergerakan sejumlah indeks utama dari Bursa Asia. Bursa Jepang mencatatkan kenaikan tajam dalam perdagangan kali ini:
- Hang Seng (Hong Kong): Naik 0,13% ke 25.928,08
- CSI 300 (China): Naik 0,61% ke 4.517,63
- Shanghai Composite (China): Turun 0,15% ke 3.864,18
- Nikkei 225 (Jepang): Naik 1,85% ke 49.559,07
- Topix (Jepang): Naik 1,96% ke 3.355,50
- Kospi (Korea Selatan): Naik 2,67% ke 3.960,87
- Kosdaq (Korea Selatan): Naik 2,49% ke 877,32
Direktur Dewan Ekonomi Nasional Gedung Putih, Kevin Hassett dikabarkan akan menjadi kandidat terdepan untuk menjadi pemimpin selanjutkan dari The Fed. Hal itu memicu optimisme investor setelah pasar sempat melemah dalam beberapa sesi sebelumnya.
Peluang pemangkasan suku bunga pada pertemuan akhir tahun meningkat tajam dalam sepekan terakhir seiring sejumlah pejabat pembuat kebijakan mendukung pemangkasan untuk ketiga kalinya secara berturut-turut. Kekhawatiran terhadap kondisi pasar tenaga kerja dinilai lebih dominan dibandingkan tekanan inflasi yang masih tinggi.
Data terbaru ekonomi terbaru semakin memperkuat pandangan tersebut. ADP melaporkan bahwa dalam empat pekan bulan lalu, perusahaan swasta mengurangi jumlah pekerja rata-rata hingga 13.500.
Sementara itu, data resmi menunjukkan penjualan ritel terbaru tumbuh lebih lambat dibanding Agustus. Indeks kepercayaan konsumen tercatat turun ke level terendah dalam tujuh bulan. Para konsumen menyatakan kekhawatiran lebih besar terhadap kondisi pasar tenaga kerja dan prospek pendapatan rumah tangga, terutama menjelang periode belanja liburan.
Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat (AS) juga melaporkan inflasi di tingkat grosir meningkat pada September. Namun data tersebut masih sesuai dengan perkiraan pasar. Kenaikan tersebut didorong lonjakan harga barang, yang mencerminkan meningkatnya biaya yang harus ditanggung pelaku usaha.
SPI Asset Management, Stephen Innes menilai data yang dirilis sebagian besar merupakan data lama akibat penumpukan laporan.
Baca Juga: Ada yang Jual Saham DEWA Senilai Rp268,25 Miliar
“Data yang dirilis menunjukkan lemahnya ekonomi, penjualan ritel yang melemah, inflasi inti produsen yang jinak, survei yang suram dan kepercayaan konsumen yang buruk,” kata Innes.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: