WE Online, Jakarta - Pengamat hukum pidana Universitas Trisakti Prof Andi Hamzah menilai kasus mantan Ketua DPR RI Setya Novanto dengan mantan Presdir Freeport Indonesia Ma'roef Sjamsuddin dan pengusaha minyak Riza Chalid cenderung masalah politik diarahkan ke ranah hukum.
"Semangat untuk menyelidiki adanya dugaan permufakatan jahat dalam kaitan pertemuan antara Setya Novanto, Ma'roef Syamsudin dan Riza Chalid beberapa waktu lalu sebenarnya sulit untuk dituntaskan. Karena ini masalah politik yang kemudian dibawa ke ranah pidana, akhirnya tidak akan menemui kejelasan," katanya kepada pers di Jakarta, Senin (15/2/2016).
Menurut dia, tuduhan dugaan permufakatan jahat terkait hal ini masalah politik. "Kenapa menggiring ke ranah pidana? Ujung akan menyulitkan Kejagung sendiri," katanya ketika menanggapi perkembangan kasus ini.
Sebenarnya, kata guru besar hukum pidana ini, Setya Novanto telah menerima sanksi etik yang cukup berat dan akhirnya yang bersangkutan mundur sebagai Ketua DPR RI.
"Kenapa kini kasusnya masih berlanjut di Kejagung, mungkin ada yang tak puas," ujar Andi Hamzah.
Ketika ditanya apa yang harus dilakukan Kejagung, Andi Hamzah menyerahkan pada Kejagung sendiri. "Tanyakan saja pada Kejagung apa yang harus dilakukan," katanya.
Mengenai dugaan adanya permufakatan jahat, Andi Hamzah mengatakan bahwa di dalam pasal 88 KUHAP memang disebutkan soal permufakatan jahat, tetapi itu baru memenuhi unsur jika ada minimal dua orang sepakat akan melakukan kejahatan. "Nah apakah dalam pertemuan itu mereka sepakat atau 'deal' untuk melakukan kesepakatan jahat? Ya tinggal ditanya pada mereka saja," ujarnya.
Sebelumnya, guru besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar Prof Muzakkir menegaskan, tidak ada permufakatan jahat dalam kaitan kasus yang dikenal publik dengan sebutan "Papa Minta Saham" sebab dalam pertemuan tiga tokoh, yaitu Setya Novanto, Ma'roef Syamsudin dan Riza Chalid, tidak ada kesepakatan.
"Sewaktu masalah itu ramai diperbincangkan saja, unsur permufakatan jahatnya tidak ada karena tidak ada 'deal', apalagi sekarang, mereka sudah tidak menjabat lagi, tidak mungkin lagi melakukan permufakatan jahat. Jika kasus ini diteruskan, telah melenceng dari penegakan hukum," ujar Muzakkir. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil