Hasil perburuan aparat penegak hukum terhadap Djoko Soegiarto Tjandra, terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali hingga kini masih nihil. Namun di sisi lain faktanya Djoko Tjandra bebas-bebas masuk dan keluar Indonesia pada Juni 2020. Djoko bahkan sukses memasukkan dan mendaftarkan memori peninjauan kembali (PK) kasusnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (8/6/2020).
Kelakuan Djoko Tjandra ibarat menampar eksistensi banyak lembaga, kementerian, dan instansi pemerintahan lain. Jejaring Djoko Tjandra yang diduga memuluskan aksinya mesti diusut penegak hukum serta kementerian/lembaga terkait kemudian diungkap dan dibuka ke publik dengan gamblang dan detail.
Baca Juga: Kasus Djoko Tjandra, Said Didu Bongkar Ada Peran 'Pengarah'
Jauh sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) juga telah dua kali mengadili dan memutus PK yang pernah diajukan Djoko Tjandra dua kali. Di antaranya sebagaimana putusan PK Nomor: 100 PK/Pid.Sus/2009 oleh majelis hakim agung PK yang diketuai Harifin A Tumpa pada Senin, 20 Februari 2012.
Dalam putusan ini, MA menyatakan Djoko Tjandra terbukti membuat perjanjian cessie fiktif yang berhasil dicairkan dengan menyimpang dari sejumlah aturan dan ketentuan. Selama kurun waktu 1997, 1998, dan 1999 Djoko Tjandra mulus mencairkan dana. Akibatnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp904,6 miliar.
Majelis hakim agung memutuskan, menolak permohonan PK Djoko Tjandra atas putusan PK Nomor: 12 PK/Pid.Sus/2009. Hakim menetapkan putusan PK yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) tersebut tetap berlaku, kendati ada perbedaan pendapat (dissenting opinion) dari hakim agung anggota M Imron Anwari dan Abdul Kadir Mappong.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: