Bupati Rote Ndao Leonard Haning mengatakan pembangunan jembatan layang yang menghubungkan Pulau Usu dan Pulau Rote di wilayah terselatan Indonesia, Provinsi Nusa Tenggara Timur tetap dilaksanakan.
"Namun, kapan pelaksanaan pembangunan jembatan layang sepanjang 100 meter itu, adalah wewenang dan tanggungjawabnya pemerintahan Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya," kata Lens Haning, panggilan akrab Bupati Rote Ndao itu kepada Antara di Kupang, Minggu.
Gubernur NTT Frans Lebu Raya secara terpisah mengatakan masih meminta instansi teknis di tingkat provinsi untuk mengkaji dan melakukan survei terhadap pembangunan jembatan layang tersebut agar matang dalam pelaksanaannya.
"Memang tidak sulit untuk membangun jembatan layang sepanjang 100 meter itu, tetapi saya akan minta instansi teknis untuk melakukan survei terlebih dahulu," katanya.
Pembangunan jembatan layang yang menghubungkan Usu, pulau kecil dengan luas 1.940 hektare yang dihuni sekitar 102 kepala keluarga itu guna memperlancar arus transfirmasi manusia dan ekonomi darin pulau tersebut ke pusat pemerintahan Kabupaten Rote Ndao di Pulau Rote, sekitar 40 mil dari Kupang, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Pulau Usu dan sembilan pulau terluar dan terdepan lainnya di Nusa Tenggara Timur baru diberi nama oleh pemerintah pada Mei 2016, untuk menghindari pengklaiman atas wilayah NKRI oleh negara lain, karena pulau-pulau tersebut berbatasan langsung dengan Australia.
Masyarakat di Pulau Usu yang hendak bepergian ke Pulau Rote untuk menjual hasil pertanian atau berbelanja kebutuhan pokok, harus menggunakan perahu.
Demikian pun halnya dengan anak-anak sekolah yang menempuh pendidikan menengah pertama (SLTP) dan menengah atas (SLTA) di Pulau Rote, juga menggunakan perahu sebagai sarana transportasi untuk mengejar ilmu pengetahuan.
Namun, jika memasuki musim barat atau ketika gelombang laut tidak bersahabat, Pulau Usu menjadi terisolasi total, sehingga pembangunan jembatan layang tersebut merupakan pilihan yang tepat untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi masyarakat di wilayah terselatan Indonesia selama ini.
Menurut Bupati Lens Haning, kawasan Pulau Usu merupakan wilayah pertanian lahan kering dan peternakan. "Ternak sapi di sana sangat luar biasa, dengan berat badan rata-rata mencapai satu ton, karena sumber pakannya cukup tersedia serta mengkonsumsi air pantai saat air laut surut," ujarnya.
"Ketika ternak sapi sudah mengkonsumsi air genangan di pantai, nafsu makan mereka menjadi bertambah bergelora sehingga mendorong tingkat pertumbuhan sapi menjadi begitu luar biasa dan menjanjikan," ujarnya.
Karena itu, kata dia, rencana pembangunan jembatan layang oleh pemerintahan Gubernur Frans Lebu Raya itu merupakan sebuah pilihan yang tetap untuk membebaskan masyarakat Pulau Usu dari keterisolasian dan keterpencilan.
Ia menambahkan wilayah perairan di sekitar Pulau Usu dan Pulau Rote juga sangat cocok untuk pengembangan komoditas rumput laut, karena wilayah perairan budidayanya sangat tenang dan bebas dari pencemaran.
Pengembangan tanaman rumput laut di Kabupaten Rote Ndao sudah membudaya, setelah Pemerintah Australia melarang keras para nelayan di wilayah kabupaten seluas sekitar 1.731 km yang dihuni sekitar 76.352 jiwa itu mencari ikan dan biota laut lainnya di sekitar Pulau Pasir (ashmore reef).
Pulau tersebut merupakan tempat peristirahan para nelayan tradisional Indonesia dari Pulau Rote secara turun-temurun selepas mencari ikan, namun kawasan yang kaya minyak dan gas bumi itu telah ditetapkan oleh Australia sebagai cagar alamnya, sehingga melarang para nelayan dari Pulau Rote untuk tidak boleh lagi mencari ikan dan biota laut lainnya di sekitar "ashmore reef". Ant.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Leli Nurhidayah
Tag Terkait:
Advertisement