Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

APTI: RUU Pertembakauan Diharapkan Payungi Industri

Warta Ekonomi, Yogyakarta -

Rancangan Undang-Undang Pertembakauan diharapkan dapat menjadi payung hukum bagi industri hasil tembakau, kata Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia Soeseno.

"RUU Pertembakauan harus mengakomodasi semua kepentingan pelaku industri hasil tembakau (IHT) dari sektor hulu hingga hilir. RUU itu harus mengatur tentang kemitraan dan tata laksana kebijakan substitusi impor," katanya di Yogyakarta, Rabu (3/8/2016).

Di sela Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Soeseno mengatakan RUU Pertembakauan sudah seharusnya memperhatikan masukan semua "stakeholder" IHT jika akan disahkan karena sektor IHT memberikan pemasukan terhadap negara dalam bentuk cukai sebesar 9,5 persen dari total APBN per tahun.

"IHT juga menyerap jutaan tenaga kerja dari sektor hulu hingga hilir. Jika diperhatikan, ada 6,1 juta petani tembakau terlibat dalam IHT termasuk buruh, kios, sales, dan orang lain yang terlibat dalam bisnis ini," katanya.

Menurut dia, RUU itu nanti dapat melindungi komoditas tembakau Indonesia. IHT menjaga kekayaan plasma nutfah tembakau khas Indonesia dan keberlangsungan olahan produk tembakau sebagai industri yang berbasis "local content" dan menjaga harmoni kehidupan sosial.

"Sebagai salah satu komoditas strategis nasional, perkembangan pertanian tembakau saat ini masih kurang optimal mengingat jumlah produksi tembakau belum dapat mencukupi keseluruhan permintaan industri," katanya.

Berdasarkan catatan APTI, produksi tembakau selama beberapa tahun terakhir masih di bawah 200.000 ton, sedangkan permintaan pasar telah mencapai lebih dari 300.000 ton. Selisih tersebut terpaksa harus dipenuhi oleh impor.

Ia mengatakan tembakau berbeda dengan komoditas strategis pertanian lainnya, tembakau belum mendapatkan dukungan dan bantuan yang diperlukan untuk meningkatkan produktivitas.

Misalnya, pendampingan dan penyuluhan teknis pertanian, pemberian bibit unggul dan pupuk, pembangunan infrastruktur, serta akses terhadap peralatan pertanian yang lebih modern.

Akibatnya, kata dia, tingkat produktivitas dan kualitas tembakau yang dihasilkan belum dapat mencukupi permintaan industri. Selain itu, minimnya bantuan yang diterima oleh petani tembakau semakin meningkatkan ongkos produksinya sehingga tidak kompetitif.

"Tata niaga pertanian yang kompleks juga menjadi salah satu hambatan utama perkembangan komoditas tembakau. Petani seringkali tidak mendapatkan akses langsung untuk menjual hasil panennya kepada pabrikan atau pemasok," katanya.

Menurut dia, petani harus mengandalkan para pengepul sehingga nilai keuntungan yang seharusnya diterima oleh petani sebagian besar akan hilang akibat peran pihak ketiga.

"Melalui RUU Pertembakuan itu Baleg diharapkan membuat aturan agar pemerintah dapat membantu menyederhanakan tata niaga pertanian tembakau sehingga kesejahteraan petani juga meningkat," katanya.

Ia mengatakan program kemitraan antara petani dan pabrikan akan menjawab tantangan besar pada sektor hulu, tidak hanya produktivitas dan kualitas tembakau yang meningkat, tetapi juga tata niaga tembakau yang dapat menaikkan insentif petani.

"Pola kemitraan antara pabrikan dengan petani harus digalakkan. Harus ada payung hukum yang mengatur mengenai program kemitraan," kata Soeseno. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: