Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat (Sumbar), mencatat ekspor provinsi itu pada Juli 2016 naik 18,28 persen dibandingkan Juni dengan nilai total 139,5 juta dolar Amerika Serikat (AS).
"Pada Juni 2016 ekspor Sumbar mencapai 118,5 juta dolar AS, Juli 2016 naik jadi 139,5 juta dolar AS," kata Kepala BPS Sumbar, Dody Herlando di Padang, SeninĀ (22/8/2016).
Menurutnya kenaikan ekspor nonmigas Juli 2016 terjadi pada beberapa negara tujuan yaitu India naik 57,09 persen, Tiongkok 90,19 persen,dan Srilanka 54,03 persen.
"Sedangkan ekspor ke beberapa negara lain mengalami penurunan yaitu Amerika Serikat 14,86 persen, Singapura 20,95 persen, Bangladesh 5,94 persen, Belanda 37,27 persen dan Myanmar 41,95 persen," tambah dia.
Ia menyebutkan golongan barang ekspor paling besar pada Juli 2016 adalah lemak dan minyak hewan atau nabati sebesar 90,9 juta dolar AS, karet dan barang dari karet 30,6 juta dolar AS, dan ampas sisa industri makanan 3,8 juta dolar AS.
Negara tujuan ekspor nonmigas terbesar pada Juli 2016 ke India sebesar 60,4 juta dolar AS, Amerika Serikat 26,6 juta dolar AS, dan Singapura sebesar 16,7 juta dolar AS.
Ia menyampaikan ekspor ke India memberi peran 37,63 persen, Amerika Serikat 19,85 persen dan Bangladesh 3,42.
Sementara ekspor produk industri naik sebesar 17,27 persen dan ekspor pertanian turun 1,17 persen.
Kontribusi sektor industri terhadap total ekspor Sumatera Barat periode Januari hingga Juli 2016 mencapai 97,28 persen, dan kontribusi sektor pertanian sebesar 2,17 persen, ujar dia.
Sementara, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumbar Puji Atmoko mengatakan komoditas ekspor daerah itu masih didominasi oleh crude palm oil (CPO) atau minyak sawit serta karet dalam lima tahun terakhir.
"Hasil industri pengolahan di sektor perkebunan masih menjadi komoditas ekspor utama di CPO berkontribusi sebesar 71 persen dan karet 16 persen," sebutnya.
Namun ia menilai negara-negara tujuan ekspor sedang mengalami perlambatan ekonomi sehingga mempengaruhi ekspor dan salah satu cara menyiasati adalah melalui industri pengolahan, agar produk yang dijual memiliki nilai tambah.
Ke depan yang perlu dilakukan adalah meningkatkan nilai tambah CPO melalui industri pengolahan jika peningkatan produksi tidak dimungkinkan lagi, lanjut dia. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement