PT Pertamina (Persero) pada semester pertama tahun ini berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp23 triliun. Kabar ini memang menggembirakan bagi perusahaan, namun banyak yang berpandangan laba tersebut merupakan hasil dari penjualan BBM kepada masyarakat yang mahal atau jauh di atas harga keekonomian yang membebani masyarakat.
Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR Fadel Muhammad saat ditemui di Jakarta, Selasa (30/8/2016).
"Itu yang akan kita klarifikasi laba Pertamina. Apa benar akibat penjualan premium? Kasihan masyarakat harus menanggung beban di atas keuntungan Pertamina, kita akan luruskan hal ini," katanya.
Fadel mengungkapkan, selain pihak Pertamina, pihaknya juga akan meminta pandangan dari Menteri ESDM yang dalam hal ini Luhut Binsar Pandjaitan sebagai pelaksana tugas (plt).
"Kita agendakan Kamis pekan ini. Agar semua bisa clear dan carikan solusi apa memang harga BBM tinggi dan kaitannya dengan laba Pertamina," ungkapnya.
Seperti diketahui, Pertamina meraih keuntungan hingga US$1,83 miliar (Rp23,8 triliun) di semester I-2016. Hal ini justru menuai keprihatinan di lingkungan dewan perwakilan rakyat. Karena sejak 2015 harga minyak telah menurun hingga lebih dari 60 persen. Namun faktanya harga BBM yang dijual Pertamina tidak turun sebesar itu. Karena itu wajar jika akhirnya Pertamina bisa mendapatkan untung besar dari jualan BBM.
Sejak pemerintah mengeluarkan kebijakan pengalihan BBM subsidi ke sektor yang lebih tepat seperti kesehatan dan lainnya, harga BBM sempat menyentuh angka Rp 8.500 per liter (bensin) dan Rp 7.500 per liter (solar) di bulan November 2014, saat ini BBM subsidi tersebut dijual Rp 6.550 per liter (bensin) dan Rp 5.250 per liter (solar).
Artinya sejak harga minyak dunia turun dari kisaran US$ 110 per barel menjadi sekitar US$ 35 – US$ 40 per barel (turun 69-64 persen), harga BBM di dalam negeri hanya turun 35 persen untuk bensin dan solar turun 30 persen.
Dengan harga BBM di kisaran Rp 6.550 per liter, keuntungan Pertamina dari hasil penjualan BBM memang besar. Hitungan sederhananya begini. Dengan asumsi rata-rata harga minyak sebesar US$ 40 per barel, dengan kurs Rp 13.200 per dollar AS, harga minyak menjadi Rp 528.000 per barel.
Jika satu barel setara dengan 160 liter BBM, minyak mentah itu dibeli hanya Rp 3.300 per liter. Dengan menghitung biaya produksi minyak mentah ke BBM yang sebesar 25%, biaya produksi satu liter BBM hanya Rp 4.125 per liter.
Jadi dengan menjual bensin Rp 6.550 dan solar Rp 5.250, Pertamina minimal menikmati sekitar Rp 2.375 per liter (58 persen) dari jualan bensin dan Rp 1.125 per (27%m persen) dari solar.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement