Tahap akhir kompetisi DSC Market Challenge baru saja usai dilaksanakan di tiga kota secara berurutan, Surabaya, Yogyakarta dan Bandung.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dari 6000 lebih peminat yang mendaftar secara online, setelah melalui proses seleksi lolos 90 proposal bisnis terbaik. Mereka yang disebut para challenger ini kemudian melalui seleksi tahap dua yakni audisi yang meloloskan 10 challenger untuk masuk babak tiga, yakni Market Challenge. Pada tahap ini mereka harus bertarung menjalankan proses usaha sesungguhnya.
"Segala keriuhan pada tahap ini, dari awal sampai akhir bisa disaksikan publik melalui stasiun TV One mulai tanggal 9 Oktober 2016 mendatang," demikian ujar Surjanto Yasaputera, atau yang akrab disapa Pak Sur, selaku Chief Board of Commissioner Diplomat Success Challenge, dalam keterangan resminya, di Jakarta, Kamis (39/9/2016).
Market Challenge merupakan babak yang menuntut kesiapan fisik, mental dan juga bagaimana berpikir secara stategis dari para peserta. 10 challenger dikelompokkan menjadi dua kelompok, yakni Kelompok Black dan Kelompok Gold yang masing-masing beranggotakan 5 orang. Mereka harus berlomba menghadapi tiga tantangan bisnis berbeda di tiga kota berbeda.
Pada setiap tantangan bisnis tim juri menilai kemampuan para challenger dalam mengolah data dan strategi, message to deliver, proses produksi, partisipasi individu dan kelompok serta hasil penjualan.
Kompetisi di mulai di kota Surabaya pada 27 Agustus, berlanjut ke Yogyakarta pada 31 Agustus dan berakhir di Bandung pada 7 September 2016. Tiga orang juri menguji dan menilai setiap team dengan berbagai pertanyaan kritis.
"Kompetisi ini memberikan tantangan riil yang nantinya pasti akan dijumpai peserta dalam dunia bisnis mereka. Ditambah lagi, mereka juga harus menjaga stamina fisik dan emosi karena harus bergerak di tiga kota dalam kurun waktu dua minggu penuh," kata Pak Sur.
Rangkaian tantangan bisnis juga dirancang sebagai penjabaran konsep 3P, yakni Paham, Piawai dan Persona, yakni nilai-nilai yang telah diyakini akan menjadi kunci sukses bagi wirausaha yang dirumuskan oleh tim DSC selama 7 tahun program DSC dilaksanakan.
Di Surabaya, sebagai penjabaran nilai PAHAM para challenger ditantang membuat video promosi yang mampu mengundang publik berkunjung ke objek wisata Museum 10 Nopember dan memuat berbagai informasi. Para challenger ditantang untuk memahami lokalitas pasar dan konsumen. Sebagaimana dikenal publik, Surabaya dikenal sebagai kota pahlawan dan merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, serta pendidikan di Jawa Timur.
Saat di Yogyakarta, tantangan usaha yang diberikan menuntut pada nilai PIAWAI. Para challenger ditantang menjual gudeg kaleng di Malioboro. Gudeg adalah kuliner khas Yogya, Karena itu tentu saja perlu keahlian ekstra dalam mengatur strategi selling dan komunikasi untuk bisa menjual gudeg di Kota Gudeg.
Sedangkan saat di Bandung, dua kelompok challenger ditantang untuk menguasai nilai PERSONA. Mereka diberi tugas sebagai promotor musik. Tantangan ini memaksa challenger untuk menunjukkan kemampuan pribadinya secara utuh.
Sebagai promotor pertunjukan musik, masing-masing kelompok terlibat perencanaan, mulai dari konsep pertunjukan, membuat poster, merancang brosur dan tiket, desain panggung, strategi promosi, menjual tiket sampai meramaikan acara.
Para challenger dituntut untuk bekerja sama mencapai target yang ditetapkan panitia, yakni acara yang meriah dan pengunjung sebanyak mungkin. Dalam setiap tahap seringkali mereka harus berdebat, mempertahankan ide dengan rekan satu kelompok. Drama juga muncul saat mereka menghadapi tekanan di lapangan untuk mengejar target.
Sebelum memulai kompetisi di Bandung, Panitia menghadirkan Ridwan Kamil, Walikota Bandung yang kiprahnya membenahi kota banyak menjadi perhatian publik. Panitia ingin para peserta mendapat pembekalan dari tokoh muda ini.
Selain itu juga untuk membuat mereka kembali bersemangat setelah berjibaku di Surabaya serta Yogyakarta. Pertemuan berlangsung hangat dan interaktif di sebuah coffee shop di kawasan Dago. Para challenger sangat antusias mendengarkan wejangan dari tokoh yang akrab dipanggil Kang Emil tersebut.
Hal paling menarik dari Kang Emil adalah pendapatnya bahwa "Manusia paling mulia adalah manusia yang mandiri. Sudah mandiri memberi manfaat pula buat orang lain."
Menurutnya anak muda yang bekerja di perusahaan asing yang besar sudah tidak istimewa lagi untuk saat ini.
"Keren itu mandiri, tidak lagi tergantung orang lain. Keren juga bukan diukur dari show off materi tapi kebermanfaatan. Punya karyawan naik dari 100 ke 1000, itu baru keren," demikian ujar Kang Emil.
Begitulah, panitia pelaksana DSC 2016 tidak hanya memberikan tantangan bisnis dan mentoring, mereka juga memperkaya kepribadian para challenger.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement