Pemerintah mendorong kepemilikan sertifikat "Indonesian Sustainable Palm Oil" (ISPO) bagi perusahaan sawit kecil maupun besar untuk mempertahankan keberadaan maupun manfaat kelapa sawit dalam jangka panjang.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution seusai rapat koordinasi membahas ISPO di Jakarta, Senin (3/10/2016), mengatakan sebagai upaya peningkatan kepemilikan sertifikat tersebut maka pemerintah akan membuat standar dan ukuran yang jelas.
"ISPO menyangkut 'establishment'. Kita harus membuat standarnya, untuk usaha kecil seperti apa dan untuk usaha besar seperti apa," kata Darmin.
Ikut hadir dalam rapat koordinasi membahas ISPO ini adalah Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan para perwakilan dari kementerian/lembaga terkait.
Hingga Juli 2016, telah diberikan 184 sertifikat ISPO, namun proses sertifikasi ini baru mencakup 11 persen dari luar areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan baru mencakup para perusahaan besar.
Berdasarkan data, para penerima sertifikat ISPO ini baru setara dengan luas lahan sekitar 1,3 juta hektare dan produksi 6,4 juta ton CPO per tahun.
Darmin memastikan pemerintah sedang merancang kriteria maupun standar yang jelas agar setiap perusahaan ataupun petani kecil, bisa mendapatkan sertifikat ISPO.
"Perusahaan atau petani kecil juga harus mendapatkan sertifikat kalau memang memenuhi standar. Memang untuk membuat standar ini yang paling sulit, apalagi pemerintah tidak ingin menyusahkan rakyat," ujar Darmin.
Selain itu, Darmin meminta adanya upaya untuk mempelajari berbagai standar di bidang kelapa sawit yang telah dimiliki oleh negara-negara lain agar pemenuhan sertifikat ISPO bisa sesuai dengan prinsip dasar internasional.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menambahkan meski pemerintah ingin melibatkan berbagai komponen, namun harus tetap berhati-hati apabila ingin melibatkan pemantau independen dalam struktur kelembagaan yang mengeluarkan sertifikat ISPO.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto mengatakan bahwa pemerintah harus mengacu pada standar keberlanjutan penggunaan sawit yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Selain itu, kata Airlangga, pemberian akreditasi terhadap perusahaan sawit, sebaiknya dilakukan oleh auditor 'independen'. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement