Vice President of the Liquefied Natural Gas (LNG) PT Pertamina Didik Sasongko mengatakan dengan memaksimalkan sumber daya alam berupa gas, diprediksikan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar tujuh persen.
"LNG bisa sangat menguntungkan negara, sekarang sumber daya minyak tidak dapat bisa bertahan lama, sedangkan stok gas di Indonesia masih melimpah. Jika semua infrastruktur distribusi LNG sudah memadai maka pertumbuhan ekonomi bisa meningkat," kata Didik Sasongko ketika berdiskusi dengan wartawan di Jakarta Pusat, Jumat (7/10/2016).
Ia mencontohkan, salah satu mall di Balikpapan, sumber energinya sudah menggunakan LNG sebanyak 150 liter, karena di Balikpapan dekat dengan sumber daya gas.
Didik memaparkan, pada saat ini perbandingan pemanfaatan sumber daya alam di Indonesia masih bergantung pada minyak.
Sebanyak 47 persen masih didominasi oleh pengolahan minyak, dan gas sebanyak 24 persen, batu bara 24 persen energi baru terbarukan (EBT) sebanyak lima persen.
Sedangkan perencanaan bauran energi nasional 2025, akan ditargetkan minyak 25 persen, gas 22 persen, batu bara 30 persen, dan EBT 23 persen (geothermal, windpower, solarpower).
"EBT sangat agresif meningkat sebesar 9 kali lipat. Menurut saya itu terlalu optimis, paling gampang optimis adalah gas, karena porsi ketersediannya bisa lebih dari target," katanya.
Mengembangkan industri gas di Indonesia tidak lebih mudah dari minyak walau secara fungsi gas lebih efisien, masih banyak tantangan yang dihadapi.
"Secara pasti yang membuat industri gas kurang maksimal berkembang adalah masih banyak infrastruktur yang harus disiapkan," kata Didik.
Ia mengatakan manfaat gas LNG sebenarnya lebih bagus daripada LPG, karena lebih berisiko rendah. Secara fisik, LNG lebih ringan, sehingga jika terjadi kebocoran gas akan ke atas (menguap), tidak bersifat membakar ke bawah seperti LPG.
Selain itu, proyeksi infrastruktur masih tumpang tindih, belum ada perencanaan yang matang agar mudah dan rapi secara desain.
Kemudian upaya pembebasan lahan juga menjadi kendala dalam perluasan distribusi gas melalui pipa. Master plan perlu dimatangkan guna menyesuaikan permintaan pasar.
Regulasi juga menjadi kendala dalam mekanisme pasar. Seperti pengaruh harga dengan minyak mentah yang jarak marginnya harus diatur dengan wajar, juga pengaruh nilai tukar terhadap dolar AS masih menjadi risiko tinggi. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Advertisement