Skandal 1MBD Makin Lebar, Sejumlah Bank Swiss Terlibat Cuci Uang
Pengawas keuangan Swiss, FINMA menjatuhkan sanksi kepada Falcon Private Bank dengan tuduhan pencucian uang terkait hubungannya dengan penanganan dana investasi bank Malaysia 1MDB.
Mengutip?Reurers di Jakarta, Selasa (11/10/2016), FINMA yang merupakan otoritas pengawas keuangan mengatakan telah memerintahkan Falcon yang berbasis di Zurich yang dimiliki oleh Abu Dhabi International Petroleum Invesment C0 untuk mengembalikan 2,5 juta franc swiss yang dinilai merupakan keuntungan ilegal.
FINMA juga mengatakan telah membuka proses hukum terhadap dua mantan eksekutif Falcon, sementara, salah seorang investor Abu Dhabi, Aaber saat ini juga tidak mendivestasi Falcon Private Bank, kata CEO Swiss Wealth.
"Saat ini Aabar tidak menjual bank," kata CEO Falcon, Walter Berchtold dalam konferensi pers di Zurich.
Berita ini muncul ketika Singapura mendesak Falcon untuk menghentikan operasinya di negara tersebut dan menjatuhkan denda kepada bank pemberi pinjaman DBS dan UBS AG. Bank terbesar di Asia Tenggara DBS tersebut didenda sebesar US$1 juta sementara UBS ?sebesar US$ 1,3 juta, terkait dugaan pencucian uang terhadap skandal 1MBD, kata laporan BBC.
1Malaysia Development Berhad didirikan oleh Perdana Menteri Malaysia Najib Rajak pada tahun 2009 dengan niat menjadikan Kuala Lumpur sebagai pusat keuangan dan meningkatkan perekonomian melalui strategi investasi.
Kendati, lembaga tersebut mulai mendapat sorotan negatif pada awal 2015 ketika lalai membayar utang senilai US$11 miliar kepada bank-bank dan pemegang obligasi. Pada bulan Juli pihak Amerika Serikat (AS) mengatakan dana sebesar US$1 miliar telah digunakan untuk pembelian sejumlah aset seperti jet pribadi dll.
Selain itu, Najib diidentifikasi di koran sebagai pejabat nomor satu di Malaysia yang dituduh menerima jutaan dana yang berasal dari 1MBD. Namun ia membantah tuduhan tersebut. Total dari dana yang disalahgunakan menurut pemerintah Amerika Serikat (AS) dari 1MBD senilai US$ 3,5 miliar yang merupakan penipuan bagi orang Malaysia dalam skala besar.
Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Malaysia merosot pada kuartal kedua, bergerak dengan kecepatan yang paling lambat dalam hampir tujuh tahun, disebabkan oleh penurunan ekspor di tengah permintaan global yang buruk, kata bank sentral.
Ekonomi terbesar ketiga di Asia Tenggara tersebut tumbuh 4 persen pada kuartal kedua dari tahun sebelumnya, lebih rendah dibandingkan dengan 4,2 persen pada kuartal pertama dan 4,9 persen pada kuartal kedua 2015. Ini adalah tingkat paling lambat dari pertumbuhan sejak kuartal ketiga 2009, ketika ekonomi mengalami kontraksi 1,2 persen.
Gubernur Muhammad Ibrahim mengatakan kepada wartawan bahwa ringgit akan terus menghadapi volatilitas akibat ketidakpastian global. Selain itu, bank sentral juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan prediksi pemerintah menjadi 4,0 hingga 4,5 persen tahun ini, terutama didorong oleh permintaan domestik.
Bank sentral memperkirakan neraca perdagangan tahun 2016 tetap surplus, sebesar 79,5 miliar ringgit (US$ 19,91 miliar) meskipun lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 94,6 miliar. Sementara, surplus transaksi berjalan saat ini sebesar 19,1 miliar ringgit, turun dari 34 miliar ringgit pada tahun lalu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement