Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

189 Negara Khawatirkan Pelemahan Ekonomi Global

189 Negara Khawatirkan Pelemahan Ekonomi Global Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sebanyak 189 negara anggota World Bank dan Dana Moneter Internasional (IMF) masih mengkhawatirkan pelemahan ekonomi global yang terus berlanjut hingga saat ini.

Hal itu mengemuka pada pertemuan tahunan Bank Dunia dan IMF di Washington, DC, Amerika Serikat pada 4-9 Oktober 2016. Rangkaian pertemuan itu mencakup pertemuan Komite pembangunan (Development Committee/DC), International Monetary and Financial Committee (IMFC), G20 dan konferensi atau seminar.

Menteri Keuangan Sri Mulyani selaku ketua yang memimpin pertemuan DC mengungkapkan, dalam pertemuan DC mengemuka kekhawatiran situasi ekonomi global yang masih belum pulih di tahun 2016. Bahkan diprediksi pelemahan pertumbuhan ekonomi ini masih berlanjut hingga 2017.

"Hal ini terutama dengan investasi ke negara berkembang yang menurun, harga komoditas di pasar global rendah serta ketidakpastian geopolitik global yang mempengaruhi kepercayaan pasar," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers pertemuan tahunan World Bank-IMF di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (12/10/2016).

Oleh sebab itu kata dia, secara internasional semua negara diminta partisipasinya dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana diketahui, proyeksi lembaga keuangan internasional terhadap pertumbuhan ekonomi global tahun 2016 berkisar pada 2,4%-3,1%, sementara pada tahun 2017 diperkirakan berkisar 2,8%-3,4%.

"Untuk itu DC meminta kepada Bank Dunia dan IMF untuk bersama-sama dengan negara anggota melakukan sinergi kebijakan dalam bidang moneter, fiskal dan reformasi struktural serta mendorong pertumbuhan dan penciptaan lapangan pekerjaan," jelas Sri Mulyani.

Namun lanjut Sri Mulyani, masing-masing negara tentu memiliki struktur kondisi dan tahap yang berbeda dalam mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan fiskal dan moneter. Ada yang punya space kebijakan fiskal masih bisa dipakai, ada juga yang exposure kebijakan fiskal baik defisit atau utang publiknya tinggi.

Sementara bagi negara dengan space kebijakan cukup, kalau dianggap defisit fiskalnya rendah dan exposure utang publik rendah, mereka diminta untuk gunakan instrumen fiskal bersama kebijakan moneter.

"Negara maju kan kalau dilihat sudah gunakan kebijakan moneter maksimal bahkan suku bunga negatif dan bahkan penciptaaan uang beredar lebih tinggi dengan membeli bonds pemerintah dan bank-bank untuk stimulasi pertumbuhan ekonomi," tandasnya.

Untuk di Indonesia, pihaknya tetap akan gunakan semaksimal mungkin kebijakan fiskal dan moneter untuk menstimulasi perekonomian sesuai prioritas yang ditetapkan presiden.

"Misalnya untuk stimulate infrastruktur, cegah kesenjangan agar tidak memburuk, atau diperkecil dan untuk kurangi kemiskinan dan itu sangat sesuai dengan himbauan internasional," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: