Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan opsi untuk melakukan impor gas dalam rangka menekan harga gas untuk industri masih terus dikaji.
Airlangga menanggapi pernyataan Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan yang mengaku tengah mempertimbangkan opsi impor gas khusus untuk wilayah Indonesia bagian barat.
Menurut Airlangga yang ditemui di Kemenko Kemaritiman Jakarta, Senin (17/10/2016), fasilitas regasifikasi memang sudah tersedia di Aceh.
Hal itu dinilai akan memudahkan transportasi gas impor yang berasal dari Malaysia atau Brunei Darussalam.
Namun, Airlangga mengatakan pemerintah masih terus melakukan pengkajian berdasarkan sisi ekonomi asal gas.
"Itu kan fasilitas regasifikasi di Aceh sudah ada. Jadi kalau misalnya harga dari Tangguh, Teluk Bintuni (Papua) bisa bersaing dengan harga impor, tentu Tangguh diberikan. Tapi kalau yang lain (impor) bisa murah, nanti dilihat lagi," katanya.
Sebelumnya, Luhut mengaku tengah mengkaji peluang impor gas yang diperuntukkan bagi wilayah Indonesia bagian barat.
Peluang impor gas itu dilakukan sebagai salah satu upaya pemerintah dalam menurunkan harga gas industri guna meningkatkan daya saing Indonesia.
Luhut di Kementerian ESDM Jakarta, Selasa (11/10), mengatakan pasokan gas alam cair (LNG) misalnya untuk industri di wilayah Aceh selama ini dipasok dari Tangguh, Papua. Jarak distribusi gas yang jauh itulah yang menjadi salah satu penyebab tingginya harga gas industri.
"Itu harus kita pikirkan, kenapa kita tidak impor saja dari 'somewhere', misalnya Malaysia atau Brunei yang lebih murah misal 3 dolar AS - 4 dolar AS per MMBTU," katanya.
Menurut mantan Menkopolhukam itu, gas tersebut nantinya diregasifikasi di negara tersebut untuk kemudian dikirim ke wilayah Indonesia bagian barat seperti Aceh atau Medan (Sumatera Utara).
"Sampai di Medan kita hitung-hitung (harganya) bisa 8 dolar AS, berkurang dari 13 dolar AS. itu mungkin bisa ditekan lagi jadi 6 dolar AS," ujarnya.
Pemerintah menargetkan harga gas untuk industri dapat turun menjadi 5 dolar AS-6 dolar AS per MMBTU dari sekitar 9 dolar AS per MMBTU untuk mendorong daya saing industri. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement