Kredit Foto: Kadin
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Rosan Roeslani mengatakan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) karyawan yang juga dibebankan kepada perusahaan atau instansi pemberi kerja perlu ditinjau ulang.
"Karena iuran 2,5 persen kepada pekerja dan 0,5 persen (dari total upah) dibebankan pada perusahaan memang harus dibicarakan lagi," kata Rosan di Jakarta, Kamis (27/10/2016).
Dia berharap UU Tapera sebaiknya tidak membebankan perusahaan atau pemberi kerja dari iuran Tapera. Namun apabila perusahaan tetap diikutsertakan dalam iuran Tapera karyawan, kata Rosan, harus ada rumusan yang jelas agar tidak tumpang tindih dengan BPJS Ketenagakerjaan.
Dia menjelaskan dari total upah karyawan terdapat berbagai macam komponen jaminan sosial dan sebagainya yang jika ditotal mencapai 20 persen, dan akan bertambah menjadi 23 persen dengan Tapera.
Rosan berharap perusahaan diberikan ruang untuk tidak dikenakan iuran Tapera untuk karyawan yang disebutnya memberatkan kalangan pengusaha.
Dia juga berpendapat sebaiknya Tapera hanya menyasar pada kalangan pekerja informal dan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). "Pekerja formal tidak perlu dibebani iuran sebagaimana isi dari UU Tapera," kata Rosan.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumah Rakyat merupakan upaya pemerintah agar masyarakat Indonesia yang belum memiliki tempat tinggal dapat memiliki rumah sendiri.
Undang-undang tersebut mewajibkan karyawan baik swasta maupun pegawai negeri sipil (PNS) untuk membayar iuran 3 persen dari total upah untuk disetorkan dan dikelola oleh Badan Pengelola Tapera yang nantinya bisa menjadi instrumen pembiayaan perumahan.
Peraturan perundang-undangan yang mewajibkan iuran Tapera dijadwalkan untuk diterapkan pada Februari 2018. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement