Kampanye hitam yang dilontarkan LSM asing terkait penyebab kebakaran hutan di Indonesia akibat ulah perkebunan kelapa sawit oleh korporasi merupakan sikap hipokrit dan bentuk tidak objektif terhadap data yang ada.
Menurut Pakar Kehutanan dari IPB Ricky Avenzora, Kamis (20/10), berdasarkan data yang ada, kebakaran hutan tahun 2015 terjadi paling banyak di lahan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Indonesia, bukan pada areal kelapa sawit. Begitu juga pada tahun ini, justru luas areal lahan hutan terbakar yang jadi tanggung jawab pemerintah semakin lebih banyak dari tahun sebelumnya.
Ricky mengungkapkan, sikap hipokrit LSM asing tersebut dapat di deteksi dari beberapa hal, antara lain, sumber pendanaan aktivitasnya, kinerja riil mereka, obyektivitas berpikir dan orientasi tujuannya. Ricky tidak menampik pentingnya konservasi dan kualitas lingkungan hidup, khususnya pada perkebunan kelapa sawit, tetapi isu yang disuarakan LSM asing harus dipahami sebagai bentuk yang tidak produktif terhadap kebutuhan Indonesia.
"Kalau mereka masih menggantungkan pendanaan dari berbagai negara asing sebagai donornya, maka mereka tidak bisa mengelak dikatakan sebagai antek-antek bangsa asing di Indonesia," ucap Ricky dalam keterangan tertulis yang diterima Redaksi Warta Ekonomi di Jakarta, Kamis (27/10/2016).
Terkait salah satu bentuk kampanye hitam yang dilakukan LSM asing seperti pernah disuarakan Mighty beberapa waktu lalu yang menuduh kebakaran hutan di Papua tahun 2015-2016 akibat ulah perkebunan kelapa sawit. Menanggapi itu, Ricky mengatakan, LSM Mighty telah melakukan kesalahan akademis.
Berdasarkan penelusuran di jejaring media sosial maupun laman resmi Mighty, organisasi itu dibentuk oleh Center for International Policy dan bekerjasama dengan Waxman Strategies, sebuah konsultan politik besutan Henry Waxman mantan Senator Amerika Serikat.
Dia berpendapat, negara asing, misalnya seperti Amerika Serikat, sudah panik dan kehilangan akal sehat untuk memenangkan persaingan dagang global. Negara asing amat takut terhadap produk kelapa sawit di tingkat perdagangan global sebab dapat menurunkan nilai dan jumlah permintaan berbagai produk minyak nabatinya maupun kartel perdagangan yang dinikmati selama ini.
"Jika Indonesia bisa menaikkan produksi kelapa sawit hingga 15% saja, maka negara asing bisa terancam kehilangan nilai dagang mencapai 30%," ucap Ricky.
Ricky meminta pemerintah tegas mengawasi LSM asing yang kerap mencampuri kehutanan dan kelapa sawit Indonesia melalui audit investigasi. Dia menyatakan, bila memang terbukti LSM asing itu melakukan tindak pidana harus dinyatakan sebagai bagian korupsi dan pencucian uang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement