Sejumlah negara Eropa yang tergabung dalam The European Palm Oil Alliance (EPOA) atau Aliansi Minyak Sawit Eropa berkomitmen mendukung produksi minyak sawit berkelanjutan dan mempromosikan sertifikasi minyak sawit Indonesia.
Mereka juga meminta keterbukaan para pemangku kepentingan terkait pengelolaan sawit lestari..
Pernyataan itu disampaikan sejumlah aliansi Negara Eropa diantaranya dari Belanda, Perancis, Polandia dan Inggeis pada Palm Oil Stakeholders Meeting di Pekanbaru, Riau, Rabu (2/11/2016).
Dalam pertemuan itu, para pemangku kepentingan sawit seperti Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDP), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Luar Negeri, Apkasindo dan Pemerintah Provinsi Riau hadir untuk memberi masukan.
Programme Manager Palm Oil Aliance EU Margot Logman mengatakan, persoalan yang dihadapi setiap negara di Eropa terkait kampanye negatif sawit adalah berbeda.
"Ada yang mempersoalkan sawit sebagai komoditas yang tidak sehat. Ada juga yang mempersoalkan penanaman sawit Indonesia mengakibatkan kerusakan lahan, serta tidak sedikit yang mempersoalkan masalah kebakaran yang terjadi pada pemanfataan lahan sawit di gambut," katanya.
Oleh karena itu, Logman mengharapkan, para pemangku kepentingan di Indonesia bisa memberikan gambaran yang jelas terutama terkait penanaman sawit berkelanjutan agar kampanye aliansi sawit Eropa bisa efektif.
Sebenarnya, dukungan Eropa terhadap pemanfataan minyak nabati Indonesia saat ini cukup baik, tambahnya, dan pihaknya banyak melakukan kerja sama dengan banyak asosiasi seperti federasi minyak nabati Eropa, asosiasi margarine serta kementerian perekonomian di sejumlah Negara Eropa.
Francesca Rorga dari Unione Huliana Quo Palma Sostenible mengatakan, pihaknya melakukan banyak kampanye melalui media sosial seperti tweeter dan faccebook untuk mendorong pemanfaatan sawit bagi industri di Italia.
" Kampanye itu dilakukan berdasarkan masukan dari Negara produsen sawit seperti Indonesia dan Malaysia. Kami juga banyak mendapat dukungan dari akademisi di Eropa sehingga respon masyarakat cukup baik. Bahkan, sejumlah LSM seperti WWF dan Greenpeace merespon cukup baik. Mereka beranggapan boikot terhadap sawit bukan solusi," katanya.
Sementera itu Lowe Gregoire dari French Alliance for Sustanaible Palm Oil menilai, persoalan sawit di Prancis tidak banyak berbeda dengan di Indonesia yang dipakai sebagai "tunggangan politik" . s kepada parlemen.
"Sejak awal 2016, sebenarnya pemerintah Prancis akan menggandakan pajak, khususnya bagi minyak sawit. Namun, melalui pendekatan yang kami lakukan, akhirnya rencana itu tidak disetujui parlemen," katanya.
Namun demikian, kata Lowe, bukan berarti masalah itu selesai karena pemerintah Prancis, akan memperbaiki aturan itu dan kedepan berniat untuk menaikkan pajak seluruh minyak nabati, termasuk minyak sawit.
"Untuk itu, kami membentuk semacam asosiasi pemangku kepentingan untuk melobi pemerintah agar menunda rencana itu. Kami berharap paling lambat akhir tahun bisa kembali ke Indonesia untuk bisa memberi gambaran yang lebih jelas perkembangan industri sawit di Indonesia," kata dia.
Gregory Bardies dari WWF Singapura mengatakan, pihaknya mendukung pemanfaatan sawit yang berasal dari penanaman berkelanjutan bagi industri.
"Kami juga akan bekerja sama dengan petani di Indonesia. Namun bentuk kerja sama seperti apa, masih dicari skemanya," kata dia. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement