Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memacu pengembangan hilirisasi industri pengolahan kakao di dalam negeri. Sebab dengan begitu, akan meningkatkan nilai tambah bagi industri lokal, struktur industri, dan kesejahteraan masyarakat.
"Pengembangan hilirisasi industri pengolahan kakao diarahkan untuk menghasilkan bubuk cokelat, lemak cokelat, makanan dan minuman dari cokelat, serta suplemen dan pangan fungsional berbasis kakao," kata Dirjen Industri Agro Panggah Susanto di ?Jakarta, kemarin.
Menurutnya dorongan tersebut sangat diperlukan mengingat Indonesia merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Dengan jumlah produksi mencapai 370 ribu ton pada 2015 membuat industri olahan kakao lokal bertebaran dengan jumlah sebanyak 40 perusahaan yang kapasitas produksinya hingga 800 ribu ton per tahun.
Dengan kondisi tersebut, pemerintah mendorong hilirisasi industri berbasis kakao melalui pembentukan unit-unit pengolahan di sentra biji kakao yang bertujuan untuk menumbuhkan para wirausaha baru skala kecil dan menengah.
"Dalam rangka mendukung kebijakan ini, kami memberikan bantuan mesin dan peralatan pengolahan kakao di daerah penghasil biji kakao sejak 2012 seperti di Sumatera Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara," ungkap Panggah.
Di sisi lain, dorongan hilirisasi industri olahan kakao juga menggenjot konsumsi masyarakat Indonesia yang saat ini hanya sekitar 0,4 kilogram (kg) per kapita per tahun. Jumlah tersebut masih kalah jauh dibanding negara-negara tetangga di ASEAN seperti Singapura dan Malaysia yang tingkat konsumsi kakaonya sudah sebesar 1 kg per kapita per tahun.
"Bahkan beberapa negara di Eropa konsumsinya lebih dari 8 kg per kapita per tahun. Maka itu, salah satu upaya untuk peningkatan konsumsi cokelat adalah melalui promosi yang dilaksanakan di dalam maupun luar negeri," tegas dia.
Kemenperin terus mempromosikan produk-produk unggulan dari industri olahan kakao di dalam negeri untuk menggerakkan tingkat konsumsi masyarakat terhadap produk berbasis kakao.
"Upaya ini akan mendorong peningkatan kesejahteraan para petani kakao kita sekaligus akan memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional dan penyerapan tenaga kerja," kata Panggah.
Sementara itu, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang mengatakan, pihaknya telah menjalankan program Cocoa Sustainability Partnership (CSP) sebagai upaya mendongkrak produktivitas petani kakao di dalam negeri.
"Program ini juga untuk meningkatkan pendapatan mereka yang menjadi tujuan bersama dengan pelaku industri kakao," tutup Bambang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar
Tag Terkait:
Advertisement