KPK dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan kerja sama untuk memberantas "kongkalikong" (persekongkolan) dalam tender pengadaan barang dan jasa.
"KPK sudah menjalin kerja sama dengan KPPU, tapi ke depan tidak hanya sebatas tukar-menukar informasi tapi juga pemidanaan. Kalau ada dugaan persekongkolan ditangani KPPU ada penyelengara negaranya maka bisa diserahkan ke KPK atau ketika KPK menemukan persekongkolan tender tapi tidak ada unsur kerugian negara bisa dilimpahkan ke KPPU karena KPK belum pernah mendakwa korporasi," Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam seminar "Persaingan Usaha dan Korupsi" di Jakarta, Rabu (14/12/2016).
Marwata mengatakan hingga saat ini pihaknya masih menunggu surat edaran Mahkamah Agung untuk mengatur korupsi korporasi tapi selama surat itu belum keluar maka KPK akan menyerahkan ke KPPU.
Kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (E-KTP) periode 2011-2012 di Kemendagri adalah salah satu kasus yang laporannya pertama ditangani KPPU dan selanjutnya dilimpahkan ke KPK.
"Kami sering menemukan persekongkolan tender tapi saat kami melakukan penyelidikan dan penyidikan ternyata tidak ditemukan kerugian negara," katanya.
Dari hasil audit kerugian negara oleh BPK dan BPKP ternyata memang ada masalah tender tapi tidak ditemukan kerugian negara dan artinya itu bukan korupsi dan tidak ada peserta lelang yang berikan sesuatu kepada panitia lelang, hal ini bisa ditangani KPPU dengan mengenakan denda ke perusahaan tersebut karena KPPU tidak melihat kerugian negara, tambah Alexander.
Menurut Alexander, dalam pengadan tender kerap terjadi persaingan tidak sehat dimana pelaku usaha melakukan bagi-bagi proyek.
"Modusnya tidak selalu persekongkolan vertikal dengan panitia pengadaan untuk memenangkan tender tapi sengaja membagi-bagi proyek per wilayah oleh pengusah aitu sendiri. Kalau di daerah, praktis rekanan di luar daerah tidak bisa masuk karena ada persekongkolan di antara peserta lelang. Hal ini bisa ditangani KPPU," ungkap Alexander.
Semetara persekongkolan vertikal menurut Alexader adalah melibatkan pejabat lelang yang artinya terdapat tindak pdiaan korupsi seperti kasus pengadan barang dan jasa yang dilakukan kelompok usaha di bawah kuasa mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Mohammad Nazaruddin dalam Permai Grup.
"Ada 25 perusahaan belum ditambah kalau dia pinjam bendera dari luar. Kalau tender ada 40 peserta tapi semua di bawah kendali Permai Grup sehingga tidak ada persaingan dan niatnya hanya untuk memperoleh rente. Tidak ada satu pun tender yang di bawah Permai Grup dikerjakan sendiri tapi selalu di-subkon dengan memperoleh minimal 'fee' 25 persen dari nilai proyek," jelas Alexander.
Jadi bila ada 250 proyek pemerintah yang dilakukan Permai Grup dengan nilai sekitar Rp6 triliun sehingga keuntungan "fee" mencapai Rp1,2 triliun tanpa mengerjakan langsung satu proyek pun.
"Dan saya yakin tidak hanya satu kelompok usaha yang modus operandinya seperti itu. Panitia lelang juga kadang sering membuat persyaratan-persyaratan yang mengarah ke perusahaan tertentu sehingga pemenangnya meski bebearpa perusahaan tapi pasokannya dari satu perusahaan," ungkap Alexander.
Sedangkan Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengayakan bahwa masalah pengadaan barang dan jasa mencapai 50 persen kasus yang ditangani KPPU.
"Yang paling banyak terjadi adalah persekongkolan dalam menentukan pemenang tender yang tidak hanya dilakukan horizontal antarpelaku usaha tapi juga vertikal oleh si pemilik proyek atau bahkan persekongkolan terjadi dari proses perencanaan anggaran sampai bagaimana memenangkan tender," kata Syarkawi.
Isu lain yang ditangani KPPU adlaah korupsi korporasi dengan penyalahgunaan pencatatan korporasi bersangkutan. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Advertisement